“ Babi Demam dan Sesak Nafas “.
Wednesday, May 8 th
2013.
Learning
Objectives.
1.
Bagaimana etiologi dari Influenza ?
2.
Bagaimana pathogenesis dari Influenza ?
3.
Bagaimana gejala klinis dari Influenza ?
4.
Bagaimana pemeriksaan dari Influenza ?
5.
Bagaimana pencegahan dan pengobatan dari
Influenza ?
Pembahasan.
1. Etiologi Influenza.
Virus influenza adalah partikel
berselubung berbentuk bundar atau bulat panjang, merupakan genome RNA rangkaian
tunggal dengan jumlah lipatan tersegmentasi sampai mencapai delapan lipatan, dan
berpolaritas negatif. Virus influenza termasuk dalam family Orthomyxoviridae
dan diklasifikasikan dalam tipe A, B atau C berdasarkan perbedaan sifat
antigenik dari nucleoprotein dan matrix proteinnya. Amplop yang merupakan derivate dari sel
membrane lipid hospes terdiri dari protein viral yang glycosylated dan non
glycosylated. Proyeksi permukaan dari glycoprotein membentuk tonjolan-tonjolan
(spikes). Ada dua glycoprotein yang penting, yaitu hemaglutinin yang berikatan
dengan sel reseptor dan neuraminidase activity, kedua-duanya terdapat di
amplop. Nukleokapsid nya helical. Genomnya tersusun dari 6-8 segment, linear,
negative-sense,dan merupakan virus kelompok ss-RNA. Replikasi dan transkripsi
virus terjadi terjadi di dalam inti, pendewasaan melalui budding/ penguncupan
membran plasma (Quinn et al, 2002).
Peranan haemagglutinin adalah sebagai
alat melekat virion pada sel dan menyebabkan terjadinya aglutinasi sel darah
merah, sedangkan enzim neurominidase bertanggung jawab terhadap elusi,
terlepasnya virus dari sel darah merah dan juga mempunyai peranan dalam
melepaskan virus dari sel yang terinfeksi. Antibodi terhadap haemaglutinin berperan
dalam mencegah infeksi ulang oleh virus yang mengandung haemaglutinin yang
sama. Antibodi juga terbentuk terhadap antigen neurominidase, tetapi
tidak berperan dalam pencegahan infeksi.
2. Pathogenesis Influenza.

Swine Influenza
Pada
penyakit influensa babi klasik, virus masuk melalui saluran pernafasan atas kemungkinan
lewat udara. Virus menempel pada trachea dan bronchi dan berkembang secara
cepat yaitu dari 2 jam dalam sel epithel bronchial hingga 24 jam pos infeksi.
Hampir seluruh sel terinfeksi virus dan menimbulkan eksudat pada bronchiol.
Infeksi dengan cepat menghilang pada hari ke 9. Lesi akibat infeksi sekunder
dapat terjadi pada paru-paru karena aliran eksudat yang berlebihan dari
bronkhi. Lesi ini akan hilang secara cepat tanpa meninggalkan adanya kerusakan.
Kontradiksi ini berbeda dengan lesi pneumonia enzootica babi yang dapat
bertahan lama. Pneumonia sekunder biasanya karena serbuan Pasteurella
multocida, terjadi pada beberapa kasus dan merupakan penyebab kematian(Safrianti, 2006).
Avian Influenza
Siklus infeksi antar unggas terjadi melalui
rantai oral-fekal (mulut-tinja). Selain menular melalui kontak langsung dari penjamu
ke penjamu, air dan benda-benda lain yang tercemar virus merupakan jalur penularan
tidak langsung yang juga penting. Ini berbeda dengan penularan virus influensa
pada mamalia (manusia, babi, kuda) yang terutama terjadi melalui percikan yang tersembur
dari hidung dan mulut(Mohamad, 2006).
3. Gejala Klinis Influenza.
Pada kejadian wabah penyakit,
masa inkubasi sering berkisar antara 1-2 hari , tetapi bisa 2-7 hari dengan
rata-rata 4 hari. Penyakit ini menyebar sangat cepat hampir 100% babi yang
rentan terkena, dan ditandai dengan apatis, sangat lemah, enggan bergerak atau
bangun karena gangguan kekakuan otot dan nyeri otot, eritema pada kulit,
anoreksia, demam sampai 41,8oC. Batuk sangat sering terjadi apabila
penyakit cukup hebat, dibarengi dengan muntah eksudat lendir, bersin, dispnu
diikuti kemerahan pada mata dan terlihat adanya cairan mata. Biasanya sembuh
secara tiba-tiba pada hari ke 5-7 setelah gejala klinis.Terjadi tingkat
kematian tinggi pada anakanak babi yang dilahirkan dari induk babi yang tidak
kebal dan terinfeksi pada waktu beberapa hari setelah dilahirkan. Tingkat
kematian pada babi tua umumnya rendah, apabila tidak diikuti dengan komplikasi. Beberapa babi akan terlihat depresi dan
terhambat pertumbuhannya. Anak-anak babi yang lahir dari induk yang terinfeksi
pada saat bunting, akan terkena penyakit pada umur 2-5 hari setelah dilahirkan,
sedangkan induk tetap memperlihatkan gejala klinis yang parah.
Pada beberapa kelompok babi
terinfeksi bisa bersifat subklinis dan hanya dapat dideteksi dengan sero
konversi. Wabah penyakit mungkin akan berhenti pada saat tertentu atau juga
dapat berlanjut sampai selama 7 bulan. Wabah penyakit yang bersifat atipikal
hanya ditemukan pada beberapa hewan yang mempunyai manifestasi akut. Influensa
juga akan menyebabkan abortus pada umur 3 hari sampai 3 minggu kebuntingan
apabila babi terkena infeksi pada pertengahan kebuntingan kedua. Derajat
konsepsi sampai dengan melahirkan selama tejadi wabah penyakit akan menurun
sampai 50% dan jumlah anak yang dilahirkan pun menurun (Blood et al, 1989).
Virus
flu burung yang tidak ganas (Low Pathogenic Avian Influenza).
Ayam
yang terserang virus flu burung kelompok ini menunjukkan gejala berupa gangguan
pernafasan, nafsu makan turun drastic, ayam menjadi depresi dan menimbulkan
kematian dengan tingkatan rendah. Serangan flu burung pada ayam petelur akan
memperlihatkan penurunan produksi telur yang sering dijumpai kerabang telur
yang lembek. Selain itu, virus flu burung jenis ini akan menimbulkan radang
terutama di daerah ampela bagian depan serta dekat perbatasan ampela depan
dengan ampela.
Virus Flu Burung yang Ganas (Highly Pathogenic Avian Influenza).
Kematian
pada virus ini sangat tinggi bisa mencapai 100%. Kematian umumnya terjadi
sangat cepat setelah gejala klinis muncul. Gejala klinis unggas terserang flu
burung yang tampak paling jelas adalah adanya warna merah kehitaman samapi
kebiruan di bagian jengger dan pial. Selain itu terjadi pendarahan subkutan di
bagian kaki, dada dan punggung. Gejala klinis lain adalah akan keluar cairan
dari hidung, mengalami mencret, lemah dan akhirnya mati.
4. Pemeriksaan Influenza.
Diagnosis laboratorium dapat
berdasarkan isolasi virus pada alantois telur ayam berembrio dan dilihat
hemaglutinasi pada cairan alantois. Spesimen yang paling baik untuk isolasi
virus pada influensa babi adalah cairan hidung yang diambil sedini mungkin atau
organ paru yang diperoleh dari bedah bangkai
dan tonsils.
Mendiagnosis influensa babi
dengan metoda imunohistokimia sudah dilaporkan dengan menggunakan antibodi
poliklonal dan menggunakan antibodi monoklonal. Kualitas pengujian dengan
antibodi monoklonal tersebut lebih konsisten, karena latar belakang pewarnaan
yang rendah dan tidak terbatasnya penyediaan antibibodi.
Pada kasus penyakit influensa babi yang khronis,
diagnosis dapat dilakukan secara serologi dengan memperlihatkan peningkatan
antibodi pada serum ganda (paired sera) yang diambil dengan selang waktu
3-4 minggu. Untuk memeriksa antibodi terhadap virus influensa dapat digunakan
uji haemagglutination inhibition (HI, Immunodifusi single radial dan
virus netralisasi. Kenaikan titer 4x lipatnya sudah dianggap adanya infeksi. Pada
uji serologis digunakan kedua antigen H1N1 dan H3N2 .
Virus dapat diisolasi dari swab
hidung dan jaringan sampai 4 hari setelah infeksi tetapi tidak dari feses.
Virus hanya dapat diisolasi dari serum yang diambil pada hari pertama setelah
infeksi. Perubahan patologi pneumonia intersisial dapat dilihat sampai 21 hari
setelah infeksi, lesi bronchi dan bronchus sampai 7 hari setelah infeksi dan
limfoglandula mengalami hemoragik (Blood et al, 1989).
5.
Pencegahan dan Pengobatan
Influenza.
Avian influenza merupakan penyakit hewan
menular yang disebabkan oleh virus yang bersifat zoonosis. (jenis penyakit yang
bisa menulari manusia). Patogenesis virusnya (kemampuan parasit menimbulkan
penyakit pada inangnya) bervariasi. Biasanya menimbulkan gangguan saluran
pernafasan ringan hingga wabah merugikan yang berkaitan dengan infeksi yang
bersifat akut menyerang organ pencernaan dan menyebar ke dalam tubuh unggas
melalui aliran darah. Semua spesies burung diperkirakan rawan terserang virus
ini terutama kawanan unggas domestic sangat rentan terhadap infeksi yang secara
cepat dapat mencapai tingkatan wabah. Virus ini biasanya hanya menginfeksi
unggas. Namun, kadang bisa menginfeksi babi, manusia.
Avian Influenza (AI) atau yang lebih dikenal
dengan sebutan penyakit flu burung disebabkan oleh virus yang diklasifikasikan
ke dalam orthomyxoviruses dan memiliki tiga tipe yaitu tipe A, B dan C. Virus
yang menyerang unngas termasuk ayam adalah tipe A. Virus tipe B dan C hanya
ditemukan pada manusia. Namun belakangan ini virus tipe A juga ditemukan pada
manusia, babi dan kuda. Komposisi kimiawi virus flu burung adalah 0,8-1,1% RNA,
70-75% protein, 20-24% lemak dan 5-8% karbohidrat. Virus ini menyerang bagian
pernafasan atau sistem saraf. Sifat virus AI antara lain virus di dalam air
dapat bertahan hidup selama empat hari pada suhu 22ºC dan 30 hari pada suhu
0ºC; virus mati dengan desinfektan misalnya ammonium kuatener, formalin2-5%; di
kandang ayam virus AI bertahan selama dua minggu setelah depopulasi ayam; didalam
feses basah virus AI bertahan selama 32 hari. Berdasarkan tingkat
keganasannya, virus flu burung memiliki dua bentuk yaitu virus dengan tingkat
keganasan rendah (low pathogenic) dan virus dengan tingkat keganasan yang
tinggi (highly pathogenic). Virus dengan keganasan rendah menyebabkan sakit
ringan, kadang-kadang hanya ditunjukkan dengan bulu yang kusut atau produksi
telur yang berkurang. Masa inkubasi penyakit flu burung adalah dari beberapa
jam sampai tiga hari. Kadang-kadang hingga 14 hari tergantung dari jumlah virus
yang menginfeksi, tingkat keganasan virus dan spesies yang terinfeksi. Virus
flu burung bersifat mudah mutasi (modifikasi genetik). Dalam tubuh unggas,
virus ini akan mengaglutinasi sel darah merah ayam. Di luar tubuh ayam, virus
ini mudah mati (tidak stabil di lingkungan) oleh berbagai disinfektan.
Menanggulangi penyakit ini bisa dilakukan
dengan cara melaksanakan vaksinasi, mengisolasi farm, atau peternakan yang
terkena, memusnahkan semua ayam yang terinfeksi, melarang keluar masuk
peralatan, orang dan kendaraan ke daerah peternakan yang terserang AI,
melakukan sanitasi (biosecurity) ketat, serta mengistirahatkan farm yang
terinfeksi. Belum ada obat yang efektif untuk mengatasi penyakit ini. Upaya
yang bisa dilakukan adalah memberikan pakan yang berkualitas, memperbaiki
manajemen pemeliharaan dan memberikan antibiotik spectrum luas, Upaya tersebut
bisa mengurangi kerugian akibat infeksi ikutan.
Sembilan langkah strategis sebagai tindakan penanggulangan virus flu burung yaitu :
a. Meningkatkan biosekuritas
b. Melakukan vaksinasi
c. Melakukan depopulasi (pemusnahan terbatas) di daerah tertular
d. Mengendalikan lalu lintas unggas, produk unggas dan limbah peternakan unggas
e. Melakukan surveillance dan penelusuran
f. Mengisi kandang kembali
g. Melakukan stamping out (pemusnahan menyeluruh) di daerah tertular yang baru
h. Meningkatkan kesadaran masyarakat
i. Melakukan monitoring dan evaluasi.
Daftar
Pustaka.
Blood D.C. and O
. M . Radostits .1989 . Swine Influenza. In "Veterinary
Medicine".
A Textbook of the
disease of cattle, sheep, pigs, goats & horses, 7th ed.
Bailliere Tindall, London, Philadelphia,
Sydney, Tokyo, Toronto.
Mohamad, K.. 2006. Flu Burung. Adapted from www. InfluenzaReport.com by Bern Sebastian
Kamps; Christian Hoffmann; Wolfgang Preiser.
Safrianti, T.. 2006. Mengenal Penyakit Influensa Babi.
Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis: BBVET BOGOR.
Quinn, P.J. Markey, B.K. Carter, M.E.
Donelly, W.J.C. Leonard, F.C. 2002. Veterinaty
Microbiology and Microbial Disease. Lowa: Blackwell Science
Tidak ada komentar:
Posting Komentar