Selasa, 07 Mei 2013

Influenza


“ Babi Demam dan Sesak Nafas “.
Wednesday, May 8 th 2013.

Learning Objectives.
1.      Bagaimana etiologi dari Influenza ?
2.      Bagaimana pathogenesis dari Influenza ?
3.      Bagaimana gejala klinis dari Influenza ?
4.      Bagaimana pemeriksaan dari Influenza ?
5.      Bagaimana pencegahan dan pengobatan dari Influenza ?
Pembahasan.
1.      Etiologi Influenza.
            Virus influenza adalah partikel berselubung berbentuk bundar atau bulat panjang, merupakan genome RNA rangkaian tunggal dengan jumlah lipatan tersegmentasi sampai mencapai delapan lipatan, dan berpolaritas negatif. Virus influenza termasuk dalam family Orthomyxoviridae dan diklasifikasikan dalam tipe A, B atau C berdasarkan perbedaan sifat antigenik dari nucleoprotein dan matrix proteinnya. Amplop yang merupakan derivate dari sel membrane lipid hospes terdiri dari protein viral yang glycosylated dan non glycosylated. Proyeksi permukaan dari glycoprotein membentuk tonjolan-tonjolan (spikes). Ada dua glycoprotein yang penting, yaitu hemaglutinin yang berikatan dengan sel reseptor dan neuraminidase activity, kedua-duanya terdapat di amplop. Nukleokapsid nya helical. Genomnya tersusun dari 6-8 segment, linear, negative-sense,dan merupakan virus kelompok ss-RNA. Replikasi dan transkripsi virus terjadi terjadi di dalam inti, pendewasaan melalui budding/ penguncupan membran plasma (Quinn et al, 2002).
            Peranan haemagglutinin adalah sebagai alat melekat virion pada sel dan menyebabkan terjadinya aglutinasi sel darah merah, sedangkan enzim neurominidase bertanggung jawab terhadap elusi, terlepasnya virus dari sel darah merah dan juga mempunyai peranan dalam melepaskan virus dari sel yang terinfeksi. Antibodi terhadap haemaglutinin berperan dalam mencegah infeksi ulang oleh virus yang mengandung haemaglutinin yang sama. Antibodi juga terbentuk terhadap antigen neurominidase, tetapi tidak berperan dalam pencegahan infeksi.

2.      Pathogenesis Influenza.

http://fluburung.org/wp-content/uploads/2010/12/Cara-Penularan-Flu-Burung.jpg            Pada penyakit influensa babi klasik, virus masuk melalui saluran pernafasan atas kemungkinan lewat udara. Virus menempel pada trachea dan bronchi dan berkembang secara cepat yaitu dari 2 jam dalam sel epithel bronchial hingga 24 jam pos infeksi. Hampir seluruh sel terinfeksi virus dan menimbulkan eksudat pada bronchiol. Infeksi dengan cepat menghilang pada hari ke 9.Lesi akibat infeksi sekunder dapat terjadi pada paru-paru karena aliran eksudat yang berlebihan dari bronkhi. Lesi ini akan hilang secara cepat tanpa meninggalkan adanya kerusakan. Kontradiksi ini berbeda dengan lesi pneumonia enzootica babi yang dapat bertahan lama. Pneumonia sekunder biasanya karena serbuan Pasteurella multocida, terjadi pada beberapa kasus dan merupakan penyebab kematian (Blood et al, 1989).
Swine Influenza
Pada penyakit influensa babi klasik, virus masuk melalui saluran pernafasan atas kemungkinan lewat udara. Virus menempel pada trachea dan bronchi dan berkembang secara cepat yaitu dari 2 jam dalam sel epithel bronchial hingga 24 jam pos infeksi. Hampir seluruh sel terinfeksi virus dan menimbulkan eksudat pada bronchiol. Infeksi dengan cepat menghilang pada hari ke 9. Lesi akibat infeksi sekunder dapat terjadi pada paru-paru karena aliran eksudat yang berlebihan dari bronkhi. Lesi ini akan hilang secara cepat tanpa meninggalkan adanya kerusakan. Kontradiksi ini berbeda dengan lesi pneumonia enzootica babi yang dapat bertahan lama. Pneumonia sekunder biasanya karena serbuan Pasteurella multocida, terjadi pada beberapa kasus dan merupakan penyebab kematian(Safrianti, 2006).
Avian Influenza
Siklus infeksi antar unggas terjadi melalui rantai oral-fekal (mulut-tinja). Selain menular melalui kontak langsung dari penjamu ke penjamu, air dan benda-benda lain yang tercemar virus merupakan jalur penularan tidak langsung yang juga penting. Ini berbeda dengan penularan virus influensa pada mamalia (manusia, babi, kuda) yang terutama terjadi melalui percikan yang tersembur dari hidung dan mulut(Mohamad, 2006).

3.      Gejala Klinis Influenza.

Pada kejadian wabah penyakit, masa inkubasi sering berkisar antara 1-2 hari , tetapi bisa 2-7 hari dengan rata-rata 4 hari. Penyakit ini menyebar sangat cepat hampir 100% babi yang rentan terkena, dan ditandai dengan apatis, sangat lemah, enggan bergerak atau bangun karena gangguan kekakuan otot dan nyeri otot, eritema pada kulit, anoreksia, demam sampai 41,8oC. Batuk sangat sering terjadi apabila penyakit cukup hebat, dibarengi dengan muntah eksudat lendir, bersin, dispnu diikuti kemerahan pada mata dan terlihat adanya cairan mata. Biasanya sembuh secara tiba-tiba pada hari ke 5-7 setelah gejala klinis.Terjadi tingkat kematian tinggi pada anakanak babi yang dilahirkan dari induk babi yang tidak kebal dan terinfeksi pada waktu beberapa hari setelah dilahirkan. Tingkat kematian pada babi tua umumnya rendah, apabila tidak diikuti dengan komplikasi.  Beberapa babi akan terlihat depresi dan terhambat pertumbuhannya. Anak-anak babi yang lahir dari induk yang terinfeksi pada saat bunting, akan terkena penyakit pada umur 2-5 hari setelah dilahirkan, sedangkan induk tetap memperlihatkan gejala klinis yang parah.
Pada beberapa kelompok babi terinfeksi bisa bersifat subklinis dan hanya dapat dideteksi dengan sero konversi. Wabah penyakit mungkin akan berhenti pada saat tertentu atau juga dapat berlanjut sampai selama 7 bulan. Wabah penyakit yang bersifat atipikal hanya ditemukan pada beberapa hewan yang mempunyai manifestasi akut. Influensa juga akan menyebabkan abortus pada umur 3 hari sampai 3 minggu kebuntingan apabila babi terkena infeksi pada pertengahan kebuntingan kedua. Derajat konsepsi sampai dengan melahirkan selama tejadi wabah penyakit akan menurun sampai 50% dan jumlah anak yang dilahirkan pun menurun (Blood et al, 1989).

Virus flu burung yang tidak ganas (Low Pathogenic Avian Influenza).
 Ayam yang terserang virus flu burung kelompok ini menunjukkan gejala berupa gangguan pernafasan, nafsu makan turun drastic, ayam menjadi depresi dan menimbulkan kematian dengan tingkatan rendah. Serangan flu burung pada ayam petelur akan memperlihatkan penurunan produksi telur yang sering dijumpai kerabang telur yang lembek. Selain itu, virus flu burung jenis ini akan menimbulkan radang terutama di daerah ampela bagian depan serta dekat perbatasan ampela depan dengan ampela.

 Virus Flu Burung yang Ganas (Highly Pathogenic Avian Influenza).
 Kematian pada virus ini sangat tinggi bisa mencapai 100%. Kematian umumnya terjadi sangat cepat setelah gejala klinis muncul. Gejala klinis unggas terserang flu burung yang tampak paling jelas adalah adanya warna merah kehitaman samapi kebiruan di bagian jengger dan pial. Selain itu terjadi pendarahan subkutan di bagian kaki, dada dan punggung. Gejala klinis lain adalah akan keluar cairan dari hidung, mengalami mencret, lemah dan akhirnya mati.

4.      Pemeriksaan Influenza.

Diagnosis laboratorium dapat berdasarkan isolasi virus pada alantois telur ayam berembrio dan dilihat hemaglutinasi pada cairan alantois. Spesimen yang paling baik untuk isolasi virus pada influensa babi adalah cairan hidung yang diambil sedini mungkin atau organ paru yang diperoleh dari bedah bangkai  dan tonsils.
Mendiagnosis influensa babi dengan metoda imunohistokimia sudah dilaporkan dengan menggunakan antibodi poliklonal dan menggunakan antibodi monoklonal. Kualitas pengujian dengan antibodi monoklonal tersebut lebih konsisten, karena latar belakang pewarnaan yang rendah dan tidak terbatasnya penyediaan antibibodi.
Pada kasus penyakit  influensa babi yang khronis, diagnosis dapat dilakukan secara serologi dengan memperlihatkan peningkatan antibodi pada serum ganda (paired sera) yang diambil dengan selang waktu 3-4 minggu. Untuk memeriksa antibodi terhadap virus influensa dapat digunakan uji haemagglutination inhibition (HI, Immunodifusi single radial dan virus netralisasi. Kenaikan titer 4x lipatnya sudah dianggap adanya infeksi. Pada uji serologis digunakan kedua antigen H1N1 dan H3N2 .
Virus dapat diisolasi dari swab hidung dan jaringan sampai 4 hari setelah infeksi tetapi tidak dari feses. Virus hanya dapat diisolasi dari serum yang diambil pada hari pertama setelah infeksi. Perubahan patologi pneumonia intersisial dapat dilihat sampai 21 hari setelah infeksi, lesi bronchi dan bronchus sampai 7 hari setelah infeksi dan limfoglandula mengalami hemoragik (Blood et al, 1989).


5.      Pencegahan dan Pengobatan Influenza.

Avian influenza merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh virus yang bersifat zoonosis. (jenis penyakit yang bisa menulari manusia). Patogenesis virusnya (kemampuan parasit menimbulkan penyakit pada inangnya) bervariasi. Biasanya menimbulkan gangguan saluran pernafasan ringan hingga wabah merugikan yang berkaitan dengan infeksi yang bersifat akut menyerang organ pencernaan dan menyebar ke dalam tubuh unggas melalui aliran darah. Semua spesies burung diperkirakan rawan terserang virus ini terutama kawanan unggas domestic sangat rentan terhadap infeksi yang secara cepat dapat mencapai tingkatan wabah. Virus ini biasanya hanya menginfeksi unggas. Namun, kadang bisa menginfeksi babi, manusia.
Avian Influenza (AI) atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit flu burung disebabkan oleh virus yang diklasifikasikan ke dalam orthomyxoviruses dan memiliki tiga tipe yaitu tipe A, B dan C. Virus yang menyerang unngas termasuk ayam adalah tipe A. Virus tipe B dan C hanya ditemukan pada manusia. Namun belakangan ini virus tipe A juga ditemukan pada manusia, babi dan kuda. Komposisi kimiawi virus flu burung adalah 0,8-1,1% RNA, 70-75% protein, 20-24% lemak dan 5-8% karbohidrat. Virus ini menyerang bagian pernafasan atau sistem saraf. Sifat virus AI antara lain virus di dalam air dapat bertahan hidup selama empat hari pada suhu 22ºC dan 30 hari pada suhu 0ºC; virus mati dengan desinfektan misalnya ammonium kuatener, formalin2-5%; di kandang ayam virus AI bertahan selama dua minggu setelah depopulasi ayam; didalam feses basah virus AI bertahan selama 32 hari. Berdasarkan tingkat keganasannya, virus flu burung memiliki dua bentuk yaitu virus dengan tingkat keganasan rendah (low pathogenic) dan virus dengan tingkat keganasan yang tinggi (highly pathogenic). Virus dengan keganasan rendah menyebabkan sakit ringan, kadang-kadang hanya ditunjukkan dengan bulu yang kusut atau produksi telur yang berkurang. Masa inkubasi penyakit flu burung adalah dari beberapa jam sampai tiga hari. Kadang-kadang hingga 14 hari tergantung dari jumlah virus yang menginfeksi, tingkat keganasan virus dan spesies yang terinfeksi. Virus flu burung bersifat mudah mutasi (modifikasi genetik). Dalam tubuh unggas, virus ini akan mengaglutinasi sel darah merah ayam. Di luar tubuh ayam, virus ini mudah mati (tidak stabil di lingkungan) oleh berbagai disinfektan.
Menanggulangi penyakit ini bisa dilakukan dengan cara melaksanakan vaksinasi, mengisolasi farm, atau peternakan yang terkena, memusnahkan semua ayam yang terinfeksi, melarang keluar masuk peralatan, orang dan kendaraan ke daerah peternakan yang terserang AI, melakukan sanitasi (biosecurity) ketat, serta mengistirahatkan farm yang terinfeksi. Belum ada obat yang efektif untuk mengatasi penyakit ini. Upaya yang bisa dilakukan adalah memberikan pakan yang berkualitas, memperbaiki manajemen pemeliharaan dan memberikan antibiotik spectrum luas, Upaya tersebut bisa mengurangi kerugian akibat infeksi ikutan.

Sembilan langkah strategis sebagai tindakan penanggulangan virus flu burung yaitu :
a. Meningkatkan biosekuritas
b. Melakukan vaksinasi
c. Melakukan depopulasi (pemusnahan terbatas) di daerah tertular
d. Mengendalikan lalu lintas unggas, produk unggas dan limbah peternakan unggas
e. Melakukan surveillance dan penelusuran
f. Mengisi kandang kembali
g. Melakukan stamping out (pemusnahan menyeluruh) di daerah tertular yang baru
h. Meningkatkan kesadaran masyarakat
i. Melakukan monitoring dan evaluasi.


Daftar Pustaka.
Blood D.C. and O . M . Radostits .1989 . Swine Influenza. In "Veterinary Medicine".
A Textbook of the disease of cattle, sheep, pigs, goats & horses, 7th ed.
 Bailliere Tindall, London, Philadelphia, Sydney, Tokyo, Toronto.
Mohamad, K.. 2006. Flu Burung. Adapted from www. InfluenzaReport.com by Bern Sebastian Kamps; Christian Hoffmann; Wolfgang Preiser.

Safrianti, T.. 2006. Mengenal Penyakit Influensa Babi. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis: BBVET BOGOR.

Quinn, P.J. Markey, B.K. Carter, M.E. Donelly, W.J.C. Leonard, F.C. 2002. Veterinaty Microbiology and Microbial Disease. Lowa:  Blackwell Science

Tidak ada komentar:

Posting Komentar