Pemeriksaan Burung.
Thursday, June 27 th 2013.
Learning
Objectives.
1.
Bagaimana pemeriksaan burung secara
legeartis ?
2.
Bagaimana Handling dan Restrain pada
burung ?
3.
Bagaimana patologi air sacculitis pada
burung ?
Pembahasan.
1. Pemeriksaan burung secera legeartis.
a. Registrasi
Lakukan registrasi pasien. Catat nama pemilik,
alamat, nomor telepon, jenis satwa, nama satwa (bila ada) dan signalemen yang
meliputi breed, sex, age dan specific sign/pattern. Untuk burung
eksotik digunakan kertas ambulator berwarna pink, sedangkan pada unggas
digunakan ambulatoir kuning.
b. Anamnesa
Lakukan anamnesa secara lengkap. Kumpulkan informasi
selengkap mungkin (past history; asal hewan, berapa lama dipelihara,
riwayat medis/sakit, populasi, dll; immediate history; kapan mulai bermasalah,
pakan harian, gejala yang tampak, pengobatan yang sudah dilakukan, dll).
c. Pemeriksaan
Umum
Pemeriksaan umum pada burung meliputi inspeksi, baik
jarak jauh maupun dekat. Lakukan inspeksi jarak jauh untuk mengetahui jenis
hewannya, respon terhadap gerakan (burung liar biasanya bersifat agresif
menabrak-nabrak kandang). Dekati burung secara hati-hati. Lakukan inspeksi
jarak dekat untuk mengetahui breed, kondisi tubuh, kulit, sisik kaki, pola
warna, specific sign/pattern, adanya cacat tubuh (paruh, sayap,
ekor, jari, dll.) serta pembacaan Identity number (No. ID seperti ring, mikrochip bila
ada).
Untuk burung yang dapat dihandel, tangkap burung
dengan hati-hati, pegang pada baian kaki dan paruh. Setelah kondisinya tidak
berontak barulah dilakukan pemeriksaan fisik. Pada burung yang beresiko bila
dihandel sebaiknya pemeriksaan dilakukan secara inspeksi/visual dan pemeriksaan
sampel feses untuk mengurangi faktor resiko.
Selanjutnya periksa kondisi umum burung. Burung yang
sehat memiliki bulu primer dan penutup tubuh yang lengkap, bersih dan terlihat
rapi, bersih dan mengkilat, bulu disekitar kloaka bersih dengan feses normal.
Burung sakit biasanya bulunya kusam, rontok dan tampak berdiri, bila ada
indikasi diare biasanya bulu disekitar kloaka kotor dan lengket. Kondisi tubuh
juga mudah diketahui dengan melihat otot dada. Burung sehat memiliki otot dada
yang tebal, penuh dan cenderung membulat. Burung sakit biasanya mengalami
dehidrasi, otot dada tipis dengan sternum yang menonjol seperti bilah pisau.
Pemeriksaan bulu meliputi inspeksi dan adspeksi
adanya kerontokan bulu/ tidak. Selain itu juga dilihat apakah ada parasit atau
tidak. Bulu terbagi atas bulu primer 10 helai ke arah luar. Bulu sekunder 10
helai ke arah dalam, bulu tersier di atasnya. Sedangkan bulu ekor terdiri dari
8-12 pasang bulu. Pemeriksaan umur bisa dengan melihat ring yang dipasang atau
dengan melihat pertumbuhan bulu ventral. Jika bulu 4 berarti umur kurang dari 4
bulan.
Selanjutnya pemeriksaan pada bagian kepala, pada burung yang sehat mata terlihat bersih dan bersinar
dengan paruh normal, dan tidak ada eksudat. Jika ada kelainan seperti mata
sayu, lengket, merem, adanya eksudat, leleran mengindikasikan burung tidak
sehat. Bila perlu buka paruh/mulut untuk melihat kondisi bagian dalam. Burung
sehat memiliki rongga mulut yang bersih, tidak ada eksudat, maupun leleran. Pemeriksaan selaput lendir
dapat dilakukan dengan inspeksi conjungtiva mata, lihat ada tidaknya lesi. Jangan
menggunakan penlight. Pada lubang hidung amati adanya leleran atau eksudat.
d. Pemeriksaan
Khusus
1. Pemeriksaan
Pencernaan
Diawali dengan inspeksi pada mulut meliputi paruh,
kemudian dibuka dan diamati kedaan lidah dan mukosa. Kloaka dapat diperiksa
dengan melihat kondisinya apakah terlihat ada lesi, luka, kotoran, leleran
feses atau anomaly.
2. Pemeriksaan
nafas
Susah dilakukan karena metabolisme yang tinggi. Tapi
pada umumnya frekuensi nafas sangat tinggi, 100-200 kali per menit.
3. Pemeriksaan
Genitalia
Sexing pada burung berbeda-beda berdasarkan spesies.
Umumnya dapat dilakukan dengan meraba tulang pelvis dimana betina tulang pelvis
lebih lebar dan lunak sementara jantan keras dan sempit.
ü Sexing
monomorfisme
Pada sexing monomorfisme, burung tidak bisa
dibedakan secara visual melalui penampakan ciri. Pada burung ini untuk melihat jantan atau betina dengan
melihat tulang pelvis (supid), betina tulang pelvis lebih lebar dan lunak
sementara jantan keras dan sempit.
ü
Sexing
secara dimorfisme
Dilakukan pada spsies burung yang memiliki bentuk fisik
berbeda antara betina dan jantan. Contoh:
·
Budgerigar
jantan memiliki cere biru, dan betina berwarna cokelat
·
Cockatiels
jantan memiliki warna solid di ekor dan oranye di patch pipi, sedangkan betina
memiliki cahaya horisontal gelap untuk bagian bawah
ekor dan patch pucat di pipi.
ekor dan patch pucat di pipi.
·
Kakaktua
Eclectus jantan berwarna hijau dengan paruh kuning dan betina berwarna merah
dan biru tua dengan paruh hitam.
·
Kakatua
jantan iris gelap coklat dan betina merah / coklat
·
Burung
kenari jantan akan menyanyi selama breeding season.
·
Elang
betina lebih besar dari burung jantan, hanya setengan ukurannya. beo abu.
ü
Sexing
dengan pembedahan
Burung dianasthesi untuk selanjutnya dilakukan pembedahan
untuk melihat organ reproduksinya (contoh macaw)
ü
Sexing
dengan DNA
Sexing DNA membutuhkan sampel darah atau pulp dari bulu.
Kemudian diuji di laboratorium. Burung yang betina adalah heterogametic seks
(ZW), dan jantan adalah homogamet (ZZ).
4. Pemeriksaan
Sirkulasi
Pada jantung, auskultasi di bagian ventral sebelah
kiri perhatikan frekuensi, ritme dan kualitasnya. Pengambilan darah di vena
brachialis, intracardiaca, vena jugularis atau vena metatarsal mediana.
5. Pemeriksaan
Musculoskeletal
Inspeksi pada cara berdiri, cara berjalan dan cara
terbang untuk mengetahui adanya abnormalitas pada extremitas dan sayap. Periksa
apakah sayap asimetris dan lemas yang merupakan indikasi patahnya sayap.
2. Handling dan Restrain pada burung.
a.
Kepala
dan mata
Bagian kepala merupakan titik awal yang perlu diamankan
saat menangkap maupun mengawali handling. Seperti halnya satwa pada umumnya,
saat kepala tertutup dan pandangan mata terhalangi maka burung pemangsa akan
relatif lebih tenang. Langkah menutupi keseluruhan kepala dengan kantong
ataupun kain berwarna gelap sering dilakukan saat pertama kali burung pemangsa
tertangkap. Penutup kepala khusus sangat dianjurkan untuk dikenakan bagi burung
pemangsa agar pandangan terus terhalangi hingga menggurangi sikap agresif dan
stress.
b.
Kaki
dan cakar
Kaki juga merupakan bagian tubuh yang perlu diamankan
saat mengawali handling. Kaki dengan cakar tajam burung pemangsa merupakan
senjata yang sama tajam dan berbahaya. Membatasi gerakan kaki dapat dilakukan
dengan memegang langsung maupun dengan mengikatnya. Memegang kaki difokuskan
pada kedua bagian tarsus dengan menyatukannya secara kuat. Trik untuk
mempermudah dalam mengendalikan kedua tarsus adalah dengan menjepit kedua
tarsus dengan jari tengah dan ibu jari serta memasukkan jari telunjuk di antara
kedua tarsus sehingga masing-masing terpegang erat.
c.
Sayap
Cedera pada sayap burung pemangsa sangat berpengaruh pada
kemampuan terbang yang berarti mengganggu aktivitas berburu. Antisipasi
terhadap resiko cedera saat menangkap dilakukan dengan menangkap burung
pemangsa dalam keadaan sayap tertutup sehingga terlindung dari alat tangkap.
Selama handling, sayap terus dijaga dalam keadaan tertutup secara normal. Saat membuka sayap, penarikan dilakukan secara perlahan
tanpa memaksa burung. Keberadaan bulu-bulu terbang juga perlu mendapat
perhatian khusus agar tidak patah maupun tercabut (Sheldon, 2006).
Alat yang digunakan
untuk restrain burung :
·
Clean
towel untuk restraint burung agak besar
·
Paper
towel untuk restraint burung yg kecil
·
Towel/anduk
dari kain yang lunak,kuat
·
Sarung
tangan dari kain s/d kulit yang tidak tembus gigitan burung
·
Ear
protection equiment
·
Penutup
mata untuk burung tertentu
·
Capture
net /jaring dengan berbagai ukuran/Jaring untuk menangkap burung yang lepas
·
Mouth
specula/pembuka mulut
·
Tongkat
kayu/besi kecilàpenggoda patukdll
3.
Patologi air sacculitis.
Airsacculitis didefinisikan sebagai "istilah yang digunakan untuk menggambarkan
burung memiliki kantung eksudat “. Airsacculitis adalah gejala, bukan penyakit tertentu.
Airsacculitis mungkin hasil dari E.coli, Mycoplasma, aspergillosis, flu burung dan kolera.
burung memiliki kantung eksudat “. Airsacculitis adalah gejala, bukan penyakit tertentu.
Airsacculitis mungkin hasil dari E.coli, Mycoplasma, aspergillosis, flu burung dan kolera.
Bentuk ini umumnya merupakan infeksi sekunder pada berbagai penyakit
pernafasan terutama Chronic Respiratory
Disease (CRD), Infectious Coryza (Snot),
New Castle Disease (NCD), infectious bronchitis (IB). Mukosa
saluran pernafasan yang rusak akan sangat peka terhadap invasi E.coli melalui rute pernafasan.
Airsacculitis juga dapat merupakan infeksi primer akibat E. coli misalnya pada koliseptikemia.
Airsacculitis biasanya ditemukan pada ayam berumur 5-12 minggu. Infeksi
buatan dengan Mycoplasma sp. akan meningkatkan kepekaan terhadap E.
coli sekitar 12-16 hari pasca infeksi dan akan berlangsung terus selama kurang
lebih 30 hari.
Penanggulangan dan pengobatan airsacculitis disesuaikan dengan sifat primer
atau sekunder dari bentuk kolibalisis tersebut. Disamping itu juga perlu
dilakukan koreksi pada berbagai aspek managemen yang mungkin merupakan faktor
pendukung terjadinya airsacculitis.
(
Tabbu, 2000)
Daftar Pustaka.
Sheldon, C.C. et al. 2006. Animal
Restraint for Veterinary Professionals. St. Louis :
Mosby, Inc.
Lane, R.D.2003. Veterinary Nursing
third edition. London :
Butterworth Heinemann.
Tabbu, C.R.,
2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya . Yogyakarta :
Penerbit
Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar