Selasa, 02 Juli 2013

Pemeriksaan Burung.

Pemeriksaan Burung.
Thursday, June 27 th  2013.

Learning Objectives.
1.      Bagaimana pemeriksaan burung secara legeartis ?
2.      Bagaimana Handling dan Restrain pada burung ?
3.      Bagaimana patologi air sacculitis pada burung ?

Pembahasan.
1.      Pemeriksaan burung secera legeartis.
a.       Registrasi
Lakukan registrasi pasien. Catat nama pemilik, alamat, nomor telepon, jenis satwa, nama satwa (bila ada) dan signalemen yang meliputi breed, sex, age dan specific sign/pattern. Untuk burung eksotik digunakan kertas ambulator berwarna pink, sedangkan pada unggas digunakan ambulatoir kuning.
b.      Anamnesa
Lakukan anamnesa secara lengkap. Kumpulkan informasi selengkap mungkin (past history; asal hewan, berapa lama dipelihara, riwayat medis/sakit, populasi, dll; immediate history; kapan mulai bermasalah, pakan harian, gejala yang tampak, pengobatan yang sudah dilakukan, dll).

c.       Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum pada burung meliputi inspeksi, baik jarak jauh maupun dekat. Lakukan inspeksi jarak jauh untuk mengetahui jenis hewannya, respon terhadap gerakan (burung liar biasanya bersifat agresif menabrak-nabrak kandang). Dekati burung secara hati-hati. Lakukan inspeksi jarak dekat untuk mengetahui breed, kondisi tubuh, kulit, sisik kaki, pola warna, specific sign/pattern, adanya cacat tubuh (paruh, sayap, ekor, jari, dll.) serta pembacaan Identity number  (No. ID seperti ring, mikrochip bila ada).
Untuk burung yang dapat dihandel, tangkap burung dengan hati-hati, pegang pada baian kaki dan paruh. Setelah kondisinya tidak berontak barulah dilakukan pemeriksaan fisik. Pada burung yang beresiko bila dihandel sebaiknya pemeriksaan dilakukan secara inspeksi/visual dan pemeriksaan sampel feses untuk mengurangi faktor resiko.
Selanjutnya periksa kondisi umum burung. Burung yang sehat memiliki bulu primer dan penutup tubuh yang lengkap, bersih dan terlihat rapi, bersih dan mengkilat, bulu disekitar kloaka bersih dengan feses normal. Burung sakit biasanya bulunya kusam, rontok dan tampak berdiri, bila ada indikasi diare biasanya bulu disekitar kloaka kotor dan lengket. Kondisi tubuh juga mudah diketahui dengan melihat otot dada. Burung sehat memiliki otot dada yang tebal, penuh dan cenderung membulat. Burung sakit biasanya mengalami dehidrasi, otot dada tipis dengan sternum yang menonjol seperti bilah pisau.
Pemeriksaan bulu meliputi inspeksi dan adspeksi adanya kerontokan bulu/ tidak. Selain itu juga dilihat apakah ada parasit atau tidak. Bulu terbagi atas bulu primer 10 helai ke arah luar. Bulu sekunder 10 helai ke arah dalam, bulu tersier di atasnya. Sedangkan bulu ekor terdiri dari 8-12 pasang bulu. Pemeriksaan umur bisa dengan melihat ring yang dipasang atau dengan melihat pertumbuhan bulu ventral. Jika bulu 4 berarti umur kurang dari 4 bulan.
Selanjutnya pemeriksaan pada bagian kepala, pada burung yang sehat mata terlihat bersih dan bersinar dengan paruh normal, dan tidak ada eksudat. Jika ada kelainan seperti mata sayu, lengket, merem, adanya eksudat, leleran mengindikasikan burung tidak sehat. Bila perlu buka paruh/mulut untuk melihat kondisi bagian dalam. Burung sehat memiliki rongga mulut yang bersih, tidak ada eksudat,  maupun leleran. Pemeriksaan selaput lendir dapat dilakukan dengan inspeksi conjungtiva mata, lihat ada tidaknya lesi. Jangan menggunakan penlight. Pada lubang hidung amati adanya leleran atau eksudat.

d.      Pemeriksaan Khusus  
1.      Pemeriksaan Pencernaan
Diawali dengan inspeksi pada mulut meliputi paruh, kemudian dibuka dan diamati kedaan lidah dan mukosa. Kloaka dapat diperiksa dengan melihat kondisinya apakah terlihat ada lesi, luka, kotoran, leleran feses atau anomaly.
2.      Pemeriksaan nafas
Susah dilakukan karena metabolisme yang tinggi. Tapi pada umumnya frekuensi nafas sangat tinggi, 100-200 kali per menit.
3.      Pemeriksaan Genitalia
Sexing pada burung berbeda-beda berdasarkan spesies. Umumnya dapat dilakukan dengan meraba tulang pelvis dimana betina tulang pelvis lebih lebar dan lunak sementara jantan keras dan sempit. 
ü  Sexing monomorfisme
Pada sexing monomorfisme, burung tidak bisa dibedakan secara visual melalui penampakan ciri. Pada burung ini untuk melihat jantan atau betina dengan melihat tulang pelvis (supid), betina tulang pelvis lebih lebar dan lunak sementara jantan keras dan sempit.
ü  Sexing secara dimorfisme
Dilakukan pada spsies burung yang memiliki bentuk fisik berbeda antara betina dan jantan. Contoh:
·         Budgerigar jantan memiliki cere biru, dan betina berwarna cokelat
·         Cockatiels jantan memiliki warna solid di ekor dan oranye di patch pipi, sedangkan betina memiliki cahaya horisontal gelap untuk bagian bawah
ekor dan patch pucat di pipi.
·         Kakaktua Eclectus jantan berwarna hijau dengan paruh kuning dan betina berwarna merah dan biru tua dengan paruh hitam.
·         Kakatua jantan iris gelap coklat dan betina merah / coklat
·         Burung kenari jantan akan menyanyi selama breeding season.
·         Elang betina lebih besar dari burung jantan, hanya setengan ukurannya. beo abu.
ü  Sexing dengan pembedahan
Burung dianasthesi untuk selanjutnya dilakukan pembedahan untuk melihat organ reproduksinya (contoh macaw)
ü  Sexing dengan DNA
Sexing DNA membutuhkan sampel darah atau pulp dari bulu. Kemudian diuji di laboratorium. Burung yang betina adalah heterogametic seks (ZW), dan jantan adalah homogamet (ZZ).
4.      Pemeriksaan Sirkulasi
Pada jantung, auskultasi di bagian ventral sebelah kiri perhatikan frekuensi, ritme dan kualitasnya. Pengambilan darah di vena brachialis, intracardiaca, vena jugularis atau vena metatarsal mediana.
5.      Pemeriksaan Musculoskeletal
Inspeksi pada cara berdiri, cara berjalan dan cara terbang untuk mengetahui adanya abnormalitas pada extremitas dan sayap. Periksa apakah sayap asimetris dan lemas yang merupakan indikasi patahnya sayap.



2.      Handling dan Restrain pada burung.
a.       Kepala dan mata
Bagian kepala merupakan titik awal yang perlu diamankan saat menangkap maupun mengawali handling. Seperti halnya satwa pada umumnya, saat kepala tertutup dan pandangan mata terhalangi maka burung pemangsa akan relatif lebih tenang. Langkah menutupi keseluruhan kepala dengan kantong ataupun kain berwarna gelap sering dilakukan saat pertama kali burung pemangsa tertangkap. Penutup kepala khusus sangat dianjurkan untuk dikenakan bagi burung pemangsa agar pandangan terus terhalangi hingga menggurangi sikap agresif dan stress.
b.      Kaki dan cakar
Kaki juga merupakan bagian tubuh yang perlu diamankan saat mengawali handling. Kaki dengan cakar tajam burung pemangsa merupakan senjata yang sama tajam dan berbahaya. Membatasi gerakan kaki dapat dilakukan dengan memegang langsung maupun dengan mengikatnya. Memegang kaki difokuskan pada kedua bagian tarsus dengan menyatukannya secara kuat. Trik untuk mempermudah dalam mengendalikan kedua tarsus adalah dengan menjepit kedua tarsus dengan jari tengah dan ibu jari serta memasukkan jari telunjuk di antara kedua tarsus sehingga masing-masing terpegang erat.
c.       Sayap
Cedera pada sayap burung pemangsa sangat berpengaruh pada kemampuan terbang yang berarti mengganggu aktivitas berburu. Antisipasi terhadap resiko cedera saat menangkap dilakukan dengan menangkap burung pemangsa dalam keadaan sayap tertutup sehingga terlindung dari alat tangkap. Selama handling, sayap terus dijaga dalam keadaan tertutup secara normal. Saat membuka sayap, penarikan dilakukan secara perlahan tanpa memaksa burung. Keberadaan bulu-bulu terbang juga perlu mendapat perhatian khusus agar tidak patah maupun tercabut (Sheldon, 2006).







Alat yang digunakan untuk restrain burung :
·         Clean towel untuk restraint burung agak besar
·         Paper towel untuk restraint burung yg kecil
·         Towel/anduk dari kain yang lunak,kuat
·         Sarung tangan dari kain s/d kulit yang tidak tembus gigitan burung
·         Ear protection equiment
·         Penutup mata untuk burung tertentu
·         Capture net /jaring dengan berbagai ukuran/Jaring untuk menangkap burung yang lepas
·         Mouth specula/pembuka mulut
·         Tongkat kayu/besi kecilàpenggoda patukdll

3.      Patologi air sacculitis.
Airsacculitis didefinisikan sebagai "istilah yang digunakan untuk menggambarkan
burung memiliki kantung eksudat .  Airsacculitis adalah gejala, bukan penyakit tertentu.
Airsacculitis mungkin hasil dari E.coli, Mycoplasma, aspergillosis, flu burung dan kolera
.

Bentuk ini umumnya merupakan infeksi sekunder pada berbagai penyakit pernafasan terutama Chronic Respiratory Disease (CRD), Infectious Coryza (Snot), New Castle Disease (NCD), infectious bronchitis (IB). Mukosa saluran pernafasan yang rusak akan sangat peka terhadap invasi E.coli melalui rute pernafasan. Airsacculitis juga dapat merupakan infeksi primer akibat E. coli misalnya pada koliseptikemia.
Airsacculitis biasanya ditemukan pada ayam berumur 5-12 minggu. Infeksi buatan dengan Mycoplasma sp.   akan meningkatkan kepekaan terhadap E. coli sekitar 12-16 hari pasca infeksi dan akan berlangsung terus selama kurang lebih 30 hari.
Penanggulangan dan pengobatan airsacculitis disesuaikan dengan sifat primer atau sekunder dari bentuk kolibalisis tersebut. Disamping itu juga perlu dilakukan koreksi pada berbagai aspek managemen yang mungkin merupakan faktor pendukung terjadinya airsacculitis.
( Tabbu, 2000)

Daftar Pustaka.

                   Sheldon, C.C. et al. 2006. Animal Restraint for Veterinary Professionals. St. Louis :
                        Mosby, Inc.
Lane, R.D.2003. Veterinary Nursing third edition. London :
Butterworth Heinemann.
Tabbu, C.R., 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya . Yogyakarta :
Penerbit Kanisius.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar