Sabtu, 01 Maret 2014

15.3

" Indigesti "
Thursday, January 2nd 2014

Learning Objectives.
1.      Jelaskan macam-macam Indigesti !! (Meliputi etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosa dan terapi serta pencegahan )
Pembahasan.
Macam-macam Indigesti.
            Indigesti akut merupakan sindrom yang bersifat kompleks dengan berbagai manifestasi klinis, tanpa disertai/ hanya ringan perubahan anatomis pada lambung hewan ruminansia. Istiah indigesti digunakan apabila secara organik tidak digunakan perubahan patologis yang bersifat seperti ruminitis, dan lainnya. (Subronto, 2008).
1.    Indigesti Simplek
        Indigesti sederhana atau simplek merupakan sindrom gangguan pencernaan yang berasal dari rumen atau reticulum, ditandai dengan penurunan atau hilangnya gerak rumen, lemahnya tonus kedua lambung tersebut hingga ingesta tertimbun di dalamnya dan disertai pula dengan sembelit (konstipasi) (Mustofa, 2010).
Etiologi : perubahan pakan secara mendadak, pakan dengan serat kasar tinggi serta tidak diimbangi cairan yang cukup, hewan kekenyangan, pakan berjamur, pemberian obat-obatan antimikrobial berlebihan, hewan terlalu letih.
Patogenesis :   (a) Hewan kenyang/ makan pakan dengan serat kasar tinggi→ hipermotilitas rumen untuk mengatasi timbunan ingesta → otot rumen lelah → atonia ruminis; (b) Pakan berprotein tinggi → fermentasi menjadi amonia → pH rumen ↑ → kuman yang tidak tahan suasana alkalis mati → ingesta tidak tercerna scr biokimiawi → ingesta tertimbun dalam rumen → kontraksi rumen naik → otot rumen lelah → hipotonia/atonia rumen (Mustofa, 2010).
Gejala : lesu, malas bergerak, nafsu makan hilang; pada hewan yang menghasilkan susu, produksi susu menurun; frekuensi gerak rumen meningkat diikuti penurunan frekuensi gerak dan tonus rumen; pada palpasi rumen terisi ingesta yang lunak; tinja sedikit, berlendir, gelap, dan lunak (Mustofa, 2010).
Prognosa : Sembuh dengan pengobatan konvensional; 24-48 jam mungkin sembuh secara spontan
Penanganan : Obat parasimpatomimetik seperti carbamil choline (CarbacholR, LentinR) dengan dosis 2-4 ml, disuntikkan subkutan pada sapi dapat merangsang gerak rumen dalam waktu singkat.  Air minum jika perlu diberi garam dapur diberikan ad libitum (Mustofa, 2010).
Pemberian obat : parasimpatiko mimetika untuk meningkatkan peristaltik rumen, retikulum dan usus. Contoh: carbamyl-choline (carbachol), lentin 2-4 ml pada sapi/kerbau, suntik SC, physostigmin, neostigmin 5mg/iQO kg BB sapilkerbau SC, garam dapur (MgSO dosis rendah 50-100 mg/ekor, *dosis tinggi 100-400mg/ekor hati-hati. Karena bila memang denyut jantung sudah frekuen, dan rumen atonia tidak bolèh diberi dosis tinggi karena terabsorbsi sehingga bisa menyebabkan kealfaanjantung dan bisa mengeuthanasi.
2.    Indigesti Asam/Rumen Sarat
Etiologi : Kelalaian perawat hewan, sapi memakan bahan makanan yang kaya akan hidrat arang secara berlebihan. Juga kesalahan pengolahan pakan. Kejadian yang banyak diamati di lapangan dan terjadi karena kondisi hewan yang jelek dengan kualitas pakan yang kurang bermutu, yang kebanyakan dari serat kasar (jerami). Kurangnya air minum yang diberikan pada ternak juga mempengaruhi terjadinya rumen sarat (Subronto,2008).
Patogenesis :
KH soluble → asam organic
     ↓
pH rumen
asidosis rumen
 
    ↓
produk toksik   bakteri asam laktat      
                                                              ↓                                                    ↓   
         peningkatan osmolaritas rumen      metabolic asidosis
  ↓
dehidrasi jaringan
Gejala klinis : Lesu dan tidak mau makan. Dehidrasi, tinja sedikit bercampur lendir berwarna gelap dan bau menusuk. Diare atau konstipasi. Asidosis akan meningkatkan frekuensi pernafasan. Terkadang anuria (Subronto,2008).
Diagnosis :Perhatikan ejala klinis dan diferensialnya seperti indigesti vagus, retikulo-peritonitis, keracunan Pb dan gangguan hati (Subronto,2008).
Penanganan : penambahan alkalis (untuk menetralkan pH) → soda.bicarbonat (cth: alkalin) atau NaHCO 2,5% 50 ml diinfuskan pelan-pelan. Mungkin dosisnya hanya sampai 300 ml, bila pulsus sudah naik pemberian dihentikan. Bila menggunakan soda roti 250 gr pemberian 2x sehari. Terapi dengan parasimpatiko mimetik untuk meningkatkan peristaltik dengan MgSO dosis ringan (50-100mg/hi) atau isticyne antibiotik (untuk mengatasi ketidakseimbangan mikroflora di rumen. Karena terjadi peningkatan bakteri gram + → beri Ab untuk gram +, misalnya penicillin dengan dosis ½ -1 juta IU/ekor (kb/db) atau l0 jt IU/ekor (sapi berat 400 — 600 kg). Untuk mengatasi dehidrasi dengan : dextrose ringer dosis 20-40L/ekor (untuk sapi 400-600kg). KONTRADIKSI : laktat ringer
3.    Alkalosis Rumen
Etiologi : Pemberian pakan pengganti protein dengan senyawa penghasil nitrogen asal dari senyawa non-protein antara lain urea, biuret, dan garam-garam amonium secara berlebihan akan menyebabkan intoxikasi yang disertai alkalosis rumen (Subronto,2008).
Patogenesis : Karena mahalnya harga protein, bahan pakan tersebut diganti dengan senyawa penghasil nitrogen. Di dalam rumen, protein dan senyawa mengandung N dimetabolisir hingga terbentuk ammonia. Bila karbohidrat cukup tersedia sebagai substratnya, ammonia yang terbentuk berguna bagi pembentukan protein mikroba. Peningkatan kadar ammonia mengkibatkan naiknya kadar pH rumen menjadi 7,5-8,5. Kenaikan pH menyebabkan mati dan lisisnya protozoa dan mikroorganisme yang tidak tahan suasana alkalis, dan terjadilah indigesti (Subronto,2008)
Gejala klinis : Alkalosis rumen diikuti gejala syarafi dalam bentuk tremor otot-otot perifer, muka dan telinga, hipersalivasi berbusa, gigi gemeretak, rasa sakit yang sangat. Pernafasan cepat, dangkal, dan dipaksakan. Suhu tubuh meningkat. Tinja yang kluar bersifat cair berlendir dalam jumlah tidak banyak (Subronto,2008).
Diagnosis : Ditentukan berdasarkan anamnesis, gejala klinis saat pemeriksaan, dan riwayat ganti pakan secara mendadak. Diagnosis banding yang  perlu dipertimbangkan keracunan insektisida fosfor organik, karbonat, chlorinated hydrocarbon, nitrat, sianida, strichnin, dan grain overload/asidosis rumen (Subronto,2008).


4.    Kembung Rumen
Etiologi : Ada 2 sebab yaitu, 1) Faktor pakan : Tanaman leguminosae sering mengakibatkan kembung. Varietas tanaman polong tersebut seperti Alfalfa 108, Ladino100, juga menyebabkan kembug. Selanjutnya tanaman yang muda sering menyebabkan gangguan dari pada yang tua. Biji-bijian yang digiling sampai halus lebih sering menimbulkan gangguan daripada yang diberikan secara utuh. Imbangan antara pakan hijauan dengan konsentrat yang tidak seimbang sehingga jumlah konsentrat sangat berlebihan. Tanaman yang dipanen dari tanah yang dipupuk dengan urea. Selain itu tanaman yang banyak memanfaatkan unsur N, Cu, dan Mg dalam jumlah yang tinggi (Subronto,2008).
2) Faktor hewan : Karena faktor keturunan. Pada hewan yang bunting atau yang kondisinya menurun. Karena sakit atau dalam proses penyembuhan. Demikan pula pada hewan yang kekurangan darahmaupun yang mengalami kelemahan umum. Susunan dan derajat keasaman (pH) air liur juga dapat berpengaruh terhadap kembung rumen (Subronto,2008).
Patogenesis : Kejadian kembung rumen pada sapi yang bersifat primer kebanyakan terdapat pada sapi-sapi yang digembalakan di padangan yang ditanami legume. Pada umumnya karena konsumsi legume akan terbentuk kembung rumen yang disertai oleh pembentukan busa tanpa disertai oleh gejala hilangnya tonus rumen. Pada sapi yang dipelihara di kandang, kembung primer yang terjadi biasanya disebabkan ole gangguan eruktasi. Sebagai reaksi tubuh untuk membebaskan gas yang tertimbun di dalam rumen, rumen akan berkontraksi lebih kuat serta lebih sering dari normalnya. Karena kecepatan pembentukan gas usaha membebaskannya tidak akan segera berhasil, sebaliknya kekuatan berkontraksi dari rumen akan menurun, dan bahkan lama kelamaan akan hilang. Juga kenaikan frekuansi gerak rumen pada awal pembentukan gas akan mempercapat proses pencampuran gas dengan ingesta di dalam rumen, hingga akhirnya gas akan terperangkap di dalam rumen (Subronto,2008).
Gejala klinis : Pembesaran rumen tampak dari menggembungnya daerah fossa paralumbar sebelah kiri. Selaput lendir superfisial mengalami vasa injeksi. Penderita bernafas dengan mulutnya dengan pernafasan yang bersifat dangkal, frekuen, dan bersifat torakal. Untuk membebaskan gas penderita menjulurkan leher ke depan. Hewan tampak tidk tenang. Nafsu makan hilang sama sekali, sedangkan nafsu minum masih ada. Pulsus meningkat. Pada pemeriksaan jantung ditemukan adanya bising sistolik bersifat kompansatorik. Rumen mengalami distensi ke arah medial. Pada perkusi daerah rumen ditemukan suara timpanis (Subronto,2008).
Diagnosis : Keadaan penyakit yang perakut pertolongan dengan sonde kerongkongan (trokarisasi). Perlu pula dibedakan apakah kembung rumen disebabkan oleh penyempitan (stenosis) kerongkongan atau oleh sumbatan. Selanjutnya kembung rumen perlu dibedakan dari indigesti vagus, yang terjadi karena perubahan patologi dari syaraf yang menginervasi lambung-lambung muka. Pada penderita yang mengalami kematian perlu dipertimbangkan adanya penyakit menular seperti radang limpa, radang paha, ataupun karena klostridial lainnya (Subronto,2008).
Penanganan : untuk mengatasi keadaan per-akut segera lakukan trokarisasi. Free gas bloat maka akan langsung keluar melalui stillet setelah dilakukan trokarisasi kemudian karena bakteri yang dominan adalah Laktobacillus bovis gram + maka sebaiknya dilakukan pemberian antibiotik peniccillin dengan dosis domba 0,5 - 1 juta iu, sapi l0 juta IU.
5.    Indigesti dengan Toksemia
Etiologi : Toksin sebagai hasil akhir atau hasil antara proses metabolisme yang berbentuk senyawa, histamin, dan senyawa serupa histamin seharusnya dikeluarkan dari tubuh  melalui tinja dan kemih. Didalam hati senyawa tersebut seharusnya mengalami proses detoksikasi. Oleh karena suatu sebab produksi senyawa amine tersebut berlebihan hingga metabolisme maupun eliminasinya tidak lancar. Senyawa yang berlebihan akan diserap oleh darah hingga pada akhirnya terjadi toksemia (Subronto,2008).
Patogenesis : Karena senyawa amine yang berlebihan bersifat toksik, sel-sel hati pun akan mengalami keracunan yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan metabolisme pada umumnya. Gangguan metabolism KH mengakibatkan penurunan kadar glucose dalam darah, karena peningkatan pemacahan protein akan terjadi peningkatan senyawa nonprotein nitrogen didalam darah. Sel-sel hati dan ginjal akan  mengalami keracunan sehingga mengalami degenerasi. Hal ini akan berefek keracunan pada hipofise pars anterior dan suprarenal sehingga mengakibatkan lesi. Trunya kadar glukosa darah akan menyababkan miokardium lemah dan detakjantung menurun, selanjutnya diikuti kelemahan dalam bernafas dan akhirnya penderita mengalami kelemahan. Toksemia yang parah akan menybabkan hewan koma (Subronto,2008).
Gejala klinis : Berlangsung secara mendadak. Sering kali diawali oleh indigesti sederhana ataupun rumen sarat. Gambaran kelemahan umum yang tampak lebih menonjol. Kehilangan nafsu makan, kegiatan lambung muka terhenti, dan penderita tidak memamah biak. Sering terjadi konstipasi. Tinja berbentuk seperti pasta dan berbau menusuk. Kebanyakan kejadian  disertai dengan anuria. Pernafasan lambat, pulsus lemah dan tidak jarang penderita dalam keadaan tidak sanggup berdiri (Subronto,2008).
Diagnosis : Perlu dibedakan dari keracuanan bahan anorganik dalam dosis subletal, misal warangan atau logam-logam lain yang sanggup mendepresi sistem enzimatik. Juga perlu dibedakan dari penyakit infeksi oleh kuman yang menghasilkan toksin (clostridium botulinum, Cl perfringens,dll) (Subronto,2008).
Pengobatan dan Penanganan
Penanganan pertama : ternak perlu diistirahatkan dan sementara jangan diberi pakan dulu tetapi disediakan air minum yang ditambah garam dapur dalam jumlah banyak.
         Thiamin HCL
Komposisi Vitamin B1 (Thiamin HCL 10 % b/v. Mengobati gangguan saraf dan neuritis perifer, mengobati gangguan sensorik seperti hiperestesia, rasa nyeri. Meningkatkan nafsu makan, mengobati gangguan pencernaan seperti indigesti rumen, konstipasi, dan mengobati inkoordinasi otot. Dosis Sapi : 1 ml / 100 kg BB, Kuda : 1 ml / 150 kg BB, Anjing : 0,1 ml / 2 kg BB, Babi : 0,1 ml / 10 kg BB secara Intra Muskuler, intra vena (Anonima, 2010).

DAFTAR PUSTAKA
Mustofa. 2010. Penanganan Indigesti Simplek pada Ternak Gangguan pada Rumen. Yogyakarta.
Subronto. 2008. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar