Distokia pada Sapi
Thursday,
January 16th 2014
Learning
Objectives.
1.
Bagaimana manajemen pengawinan dan
pemeliharaan sapi bunting ?
2.
Jelaskan bentuk-bentuk distokia,
etiologi, tanda-tanda, diagnosis, prognosis dan penanganan distokia .!!
3.
Bagaimana perawatan induk dan pedet
setelah distokia ?
Pembahasan.
1.
Manajemen
Pengawinan dan pemeliharaan sapi bunting.
Dalam rangka menghadapai swasembada
daging sapi diperlukan peningkatan populasi sapi potong secara nasional dengan
cara meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan calon induk sapi dalam jumlah
besar. Untuk mendukung peningkatan populasi tersebut terutama pada usaha
peternakan rakyat diperlukan suatu teknologi tepat guna spesifik lokasi sesuai
dengan kondisi agroekosistem dan kebutuhan pengguna yang pada akhirnya dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.( Affandhy, L dkk , 2007 )
Namun dalam usaha ternak sapi potong
rakyat masih sering muncul beberapa permasalahan, diantaranya masih terjadi
kawin berulang (S/C > 2) dan rendahnya angka kebuntingan (< 60 %)
sehingga menyebabkan panjangnya jarak beranak pada induk ( > 18 bulan)
(Affandhy ., 2006); yang akan berdampak terhadap rendahnya perkembangan
populasi sapi Penurunan efisiensi reproduksi dipengaruhi juga oleh faktor
manajemen perkawinan yang tidak sesuai dengan kondisi dan lingkungan
sekitarnya, sehinggga terindikasi terjadinya kawin yang berulang pada induk
sapi potong di tingkat usaha ternak rakyat yang menyebabkan rendahnya
keberhasilan kebuntingan dan panjangnya jarak beranak. Diperlukan suatu cara
atau teknik manajemen perkawinan yang tepat sesuai dengan kehendak petani
dengan berdasar pada potensi atau kehidupan sosial masyarakat pedesaan, yakni
teknik kawin suntik dengan IB beku, cair dan pejantan alami yang mantap dan
berkesinambungan.
Penerapan teknik manajemen
perkawinan yang tepat melalui teknik IB maupun perkawinan alam yang sesuai
dengan kondisi setempat diharapkan dapat meningkatkan jumlah kelahiran pedet
dan jumlah induk berkualitas yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani
dari usaha sapi potong.( Affandhy, L dkk, 2007 ).
Teknik manajemen
perkawinan sapi potong dapat dilakukandengan menggunakan (1) Intensifikasi kawin alam (IKA) dengan pejantan
terpilih, (2) teknik inseminasi buatan (IB) dengan semen beku dan teknik IB
dengan semen cair;
Intensifikasi
kawin alam (IKA)
Melalui distribusi pejantan unggul
terseleksi dari bangsa sapi lokal atau impor dengan tiga manajemen perkawinan,
yakni: (1) perkawinan model kandang individu, (2) perkawinan model kandang kelompok/umbaran,
(3) perkawinan model padang pengembalaan
Perkawianan
di Kandang Individu.
Perkawinan di kandang kelompok.
Perkawinan
model mini rench
Manajemen
perkawinan model ren dapat dilakukan oleh kelompok perbibitan sapi potong
rakyat yang memiliki areal ren berpagar pada kelompok usaha bersama.
Perkawinan
model padang pengembalaan (angonan).
Manajemen perkawinan
dengan cara angon dapat dilakukan oleh petani atau kemitraan antara kelompok
perbibitan sapi potong rakyat dengan perkebunan atau kehutanan.
Pengaturan manajemen perkawinan dan
teknik pemberian pakan saat beranak, kawin, sapih dan bunting tua pada sapi
potong induk diharapkan mengikuti suatu model yang dikenal sebagai/dengan kalender
perkawinan dan program pemberian pakan (surge feeding) pre dan pasca beranak.
Tujuan kalender ini untuk mempercepat birahi kembali setelah beranak untuk
segera dikawinkan dan memudahkan terjadi fertilisasi (kebuntingan) berikutnya.
(Affandy, L dkk. 2007).
2.
Bentuk-bentuk
Distokia.
a.
Unilateral
carpal flexion posture
Definisi:
Hanya ada 1 kaki yang terlipat, kaki yang normal dan kepala ditemukan di dalam
atau menonjol di vagina. Flexi karpal dari kaki depan yang lain ditemukan pada
inlt atau terjepit dalam vagina.
Presentasi:
longitudinal anterior, posisi : dorsosacrum, posture: carpal flexion
(unilateral).
Penanganan:
Pada flexi carpal unilateral, satu kaki akan terjulur keluar ke vulva, kemudian
diikat dengan tali dan membiarkannya terjulur keluar. Dengan porok kebinadanan,
direpulsikan, kaki yang mengalami flexi di ekstensikan, lalu ujungnya diikat
dengan tali. Fetus ditarik keluar.
Manipulasi
Prinsip
penanganan:
a. Repulsi
: mendorong fetus sepanjang saluran peranakan kearah uterus
b. Extensi
: pembetulan letak bagian-bagian fetus yang mengalami fleksi
c. Rotasi
: memutar tubuh fetus sepanjang sumbu longitudinal
d. Versio
: memutar fetus kedepan/ kebelakang
e. Retraksi
: penarikan fetus
keluar dari tubuh induk
b. Bilateral carpal
flexion posture
Definisi:
Ada 2 kaki yang mengalami flexi carpal, ditemukan pada inlet pelvis atau
terjepit dalam vagina.
Presentasi :
longitudinal, posisi : dorsosacrum, postur : bilateral carpal flexion.
Penanganan:
Mencari 1 kaki yang mengalami flexi dengan cara merepulsikan kemudian
diekstensikan, menarik keluar 1 kaki dan diikat dengan tali. Untuk kaki yang
sama, diperlakukan dengan cara yang sama seperti sebelumnya, dan fetus ditarik
keluar.
c. Shoulder flexion posture
Definisi:
Jika kedua kaki terlipat, dan hanya kepala fetus yang menonjol keluar vagina
atau vulva. Kaki tersebut mungkin benkak. Jika hanya ada 1 kaki yang terkena,
kaki yang lain menonjol dari vulva dengan kepala.
Presentasi:
longitudinal anterior, posisi: dorsosacrum, postur: shoulder flexion.
Penanganan:
Satu kaki yang normal akan menjulur keluar, diikat dengan tali dan dibiarkan
menjulur keluar. Kemudian direpulsikan, bahu yang mengalammi flexi
diekstensikan, ujung diikat dengan tali, fetus ditarik keluar.
d. Head neck flexion
posture (lateral)
Definisi:
Kaki depan fetus biasanya ditemukan dalam vagina dan kaki-kakinya dapat
menonjol melewati vulva. Kadang-kadang leher fetus berotasi ke arah lateral
(kanan/kiri).
Presentasi:
longitudinal anterior, posisi: dorsosacrum, postur: head neck flexion
(lateral).
Penanganan:
Kaki fetus yang keluar diikat dengan tali, fetus direpulsi, kepala dan leher
yang mengalami flexi diekstensikan yaitu dengan mengaitkan tali pada rahang
bawah fetus, tarik pelan-pelan. Dengan bantuan kedua tali pada ujung kaki,
fetus ditarik keluar.
e. Head neck flexion posture (ke
ventral)/vertex
Definisi: Kepala
dapat disimpangkan ke bawah anatar kaki depan yang berbatasan dengan sternum
dalam postur dada kepala.
Presentasi:
longitudinal anterior, posisi: dorsosacrum, postur: head neck flexion
(ventral).
Penanganan:
Kaki fetus yang keluar diikat dengan tali, repulsikan fetus dan angkat moncong
ke atas menuju pelvis. Jika kepala tidak dipindahkan di bawah kaki depan, tidak
cukup ruang untuk menuju pelvis, kecuali salah satu kaki depan digerakkan ke
belakang ke dalam uterus. Jika kepala sudah didapat, kaki deoan
ditempatkan kembali, kemuadian tarik fetus keluar.
f. Hock flexion posture
Definisi:
Ujung ekor fetus dapat menonjol dari vulva dan pergelangan kaki yang mengalami
flexi teraba pada inlet pelvis tau terkunci dalam pelvis. Jika hanya 1 kaki
saja yang mengalami flexi pada hock, yang lainnya dapat enjulur ke vulva.
Presentasi :
longitudinal posterior, posisi : dorsosacrum, postur : heck flexion.
Penanganan:
Fetus direpulsikan, ikat ujung kaki belakang dengan tali, kemudian tali
tersebut dilewatkan pertengahan teracak ditarik keluar. Ujung teracak
dilindungi agar tidak melukai saluran peranakan induk. Dengan bantuan tali
tersebut, fetus ditarik keluar.
g. Unilateral
hip flexion posture
Definisi:
Salah satu panggunl tertekuk ke dalam, sedangkan tali belakang yang lain
terjulur keluar.
Presentasi:
longitudinal posterior, posisi: dorsosacrum, postur: unilateral hip flexion.
Penanganan:
Kaki yang keluar diikat dengan tali, fetus direpulsikan, kaki belakang/pinggul
yang mengalami flexi diekstensikan dengan hati-hati. Lindungi teracak agar
tidak melukai uterus.
h. Unilateral tarsal flexion posture
Definisi:
Jika salah satu kaki belakang terjulur keluar sedangkan flexi tarsal dari
kaki belakang yang lain ditemukan pada inlet pelvis atau terjepit dalam vagina.
Presentasi:
longitudinal posterior, posisi: dorsosacrum, postur: unilateral sacral flexion.
Penanganan:
Ikat kaki yang keluar dengan tali, fetus direpulsikan kemudian kaki yang
mengalami flexi distensi, kemudian ujungnya diikat dengan tali. Dan fetus
ditarik keluar.
i. Posterior
presentation, ventral position (bilateral hock flexion)
Definisi:
Jika kedua kaki belakang terjulur keluar, sedang kan posisi tubuh adalah
ventral.
Presentasi
: longitudinal posterior, posisi : dorso pubis, postur : bilateral hock
flexion.
Penanganan:
Kedua ujung kaki masing-masing diikat dengan tali, pegang salah satu pangkal
kaki sambil mendorong ke dalam, kemudian dilakukan rotasi ke arahh dorsal
position. Dengan bantuan tali tersebut, fetus ditarik keluar.
j. Transversal presentation, cephaloillial
dextra position.
Definisi:
Punggung dari fetus menghadap ke arah vulva.
Presentasi :
transverso-dorsal, posisi : chepalo-illial dextro, postur : unilateral hip
flexion.
Penanganan:
Pegang kaki yang mudah didapat, kemudian fetus direpulsikan. Putar fetus ke
arah ventral position, presentasi bisa anterior/posterior. Rotasikan fetus ke
arah dorsal position, dengan tali yang diikatkan pada badan/ujung kaki fetus,
tarik keluar (Cady, 2009).
. Prosedur
penanganan:
a. Anamnesa.
Berguna untuk mengetahui riwayat induk dan riwayat kejadian seperti lama
kebuntingan, sejarah perkawinan, apakah distokia pernah terjadi sebelumnya,
apakah hewan memperlihatkan atau menderita penyakit selama 2 bualn terakhir sampai
menjelang partus (Toelihere, 1981).
b. Pemeriksaan
umum. Mencakup hal-hal: sikap berdiri sapi, suhu tubuh, pulsus, warna selaput
lendir, kondisi vulva (Toelihere, 1981).
c. Pemeriksaan
khusus. seperti: mengekang hewan, dalam kondisi rebah semua kaki diikat,
pemeriksaan saluran kelahiran apakah dilatasi, berputar, lembab dan licin,
berdarah, bengkak, nekrotik, ukuran inlet pelvis, vagina dan vulva, pemeriksaan
fetus hidup atau telah mati, dan pemeriksaan presentasi, posisi dan postur
fetus (Toelihere, 1981).
d. Anestesi
epidural jika diperlukan.
e. Diberi
cairan janin buatan jika saluran peranakan sudah mengering.
f. Tindakan,
berdasarkan hasil diagnosa.
3. Contoh
tindakan manipulasi berdasarkan permasalahannya:
3.
Perawatan
Induk dan Pedet.
Jika
terdapat keragu-raguan tentang status mineral sapi, harus diberikan lebih
banyak.
b. Jika terdapat penyakit spesifik, mastitis dan hati berlemak segera lakukan
penanganan
c. Jika terdapat cedera pasca distokia seperti laserasi harus segera
ditangani.
d. Memberikan makanan dan minuman yang membangkitkan selera makan
e. Sapi harus dipertahankan pada kondisi rebah sternal tetapi berbaring pada
seperempat bagian belakangatau sisi lainnya. Hal ini berhubungan dengan titik –
titik tekanan abominal pasca kelahiran.
f. Perawatan ambing, jika ambing sedang memproduksi susu diperah pada jangka
waktu yang teratur.
g. Permukaan lantai tidak boleh licin, kotsk yang beralas tebal atau rumput
lapangan dapat digunakan.
h. Mengangkat sapi, hal ini akan membantu untuk mengetahui sapi dapat menopang
dirinya sendiri atau tidak.
i. Terapi obat non – spesifik dapat menstimulasi sapi yang rebah untuk
berdiri. Seperti ripelannamine hidroklorida dosis 10 mL/450kg IV.
j. Kemajuan harus dipantau setiap hari dan didiskusikan dengan pemilik.
(Jackson, 2007).
Pedet
Pasca fetus dari kasus distokia
harus dipastikan fetus masih hidup atau sudah mati yaitu dengan cara melihat
ciri-ciri fetus yang hidup yaitu :
Ciri Fetus Hidup
;
a. Respon positif pada penarikan pedal dan reflex palpebral.
b. Respon pada tekanan pada bola mata atau cubitan hidung atau telinga.
c. Gerak reflex menghisap jika jari ditempatkan pada mulut anak sapi.
d. Kontraksi anal sphincter ketika jari dimasukkan (Jackson,2007).
Setelah memastikan fetus benar-benar hidup, langkah
selanjutnya menyadarkan anak sapi :
a. Membersihkan jalan udara : anak sapi digantungkan dengan kakinya
dari balok yang nyaman atau digantung pada pintu. Dengan alat penghisap untuk
memastikan hilangnya lender pada mulut, farink, larink dan saluran hidung.
b. Memeriksa denyut jantung fetus
c. Penegakan respirasi saat jantung berdenyut :dapat dirangsang dengan
mencubit hidung atau kaki fetus, menusuk nasal filtrum atau mencipratkan air
dingin ke bagian kepala.
Perawatan
selanjutnya anak sapi harus didorong untuk minum kolostrum dalam 6 jam
kelahiran. Pusarnya harus dicelupkan dalam iodin atau disemprot aerosol
antibiotic setelah sadar juga pemeriksaan pusar secara berkala untuk memastikan
hemoraghi yang tertunda dari umbilicus tidak terjadi (Jackson,2007).
Adapun cara yaitu pembuatan klostrum
buatan dengan bahan :
a. Susu skim 12 sendok makan (bahan dasar kolostrum).
b. Garam dapur 1 sendok makan (elektrolit pengganti NaCl) dan MgSO4
(laksansia).
c. Kuning telur 1-2 butir (sumber lemak, protein dan imunoglobin).
d. Madu (sumber vitamin dan tenaga).
e. Antibiotik (antibakteri).
f. Air hangat dan gula jawa (pelarut).
Cara
pembuatannya panaskan air dalam keadaan mendidih lalu tuangkan pada wadah yang
telah dicampur semua bahan diatas, aduk rata dan siap di berikan pada fetus
yang baru lahir (Manan,2001).
Daftar Pustaka
Affandhy, L ; Dikman, DM dan
Aryogi. 2007. Petunjuk Teknis Perkawinan
Sapi Potong.Pasuruan : Agro Inovasi.
Azmi, Z. 2010. Gangguan Reproduksi Pada Ternak. Yogyakarta.
Bearden,2004. Applied Animal reproduction.
London : Pearson Prentice Hall
Cady, R.A. 2009. Dystocia—Difficult
Calving, What It Costs and How to Avoid It.www.wvu.edu/~agexten/forglvst/Dairy/dirm20.pdf
.
Jackson, P, G. 2007. Handbook Obstetrik
Veteriner Edisi ke-2. Yogyakarta :
Gadjah Mada University
Press.
Manan,
D. 2001. Ilmu Kebidanan pada
Ternak. Banda Aceh : Universitas Syah Kuala.
Toelihere, Mozes R. 1981. Ilmu
Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kebau. Jakarta : UI Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar