Sabtu, 01 Maret 2014

15.5

Distokia pada Sapi
Thursday, January  16th  2014
Learning Objectives.
1.      Bagaimana manajemen pengawinan dan pemeliharaan sapi bunting ?
2.      Jelaskan bentuk-bentuk distokia, etiologi, tanda-tanda, diagnosis, prognosis dan penanganan distokia .!!
3.      Bagaimana perawatan induk dan pedet setelah distokia ?

Pembahasan.
1.      Manajemen Pengawinan dan pemeliharaan sapi bunting.

            Dalam rangka menghadapai swasembada daging sapi diperlukan peningkatan populasi sapi potong secara nasional dengan cara meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan calon induk sapi dalam jumlah besar. Untuk mendukung peningkatan populasi tersebut terutama pada usaha peternakan rakyat diperlukan suatu teknologi tepat guna spesifik lokasi sesuai dengan kondisi agroekosistem dan kebutuhan pengguna yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.( Affandhy, L dkk , 2007 )
            Namun dalam usaha ternak sapi potong rakyat masih sering muncul beberapa permasalahan, diantaranya masih terjadi kawin berulang (S/C > 2) dan rendahnya angka kebuntingan (< 60 %) sehingga menyebabkan panjangnya jarak beranak pada induk ( > 18 bulan) (Affandhy ., 2006); yang akan berdampak terhadap rendahnya perkembangan populasi sapi Penurunan efisiensi reproduksi dipengaruhi juga oleh faktor manajemen perkawinan yang tidak sesuai dengan kondisi dan lingkungan sekitarnya, sehinggga terindikasi terjadinya kawin yang berulang pada induk sapi potong di tingkat usaha ternak rakyat yang menyebabkan rendahnya keberhasilan kebuntingan dan panjangnya jarak beranak. Diperlukan suatu cara atau teknik manajemen perkawinan yang tepat sesuai dengan kehendak petani dengan berdasar pada potensi atau kehidupan sosial masyarakat pedesaan, yakni teknik kawin suntik dengan IB beku, cair dan pejantan alami yang mantap dan berkesinambungan.
            Penerapan teknik manajemen perkawinan yang tepat melalui teknik IB maupun perkawinan alam yang sesuai dengan kondisi setempat diharapkan dapat meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan jumlah induk berkualitas yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani dari usaha sapi potong.( Affandhy, L dkk, 2007 ).
            Teknik manajemen perkawinan sapi potong dapat dilakukandengan menggunakan  (1) Intensifikasi kawin alam (IKA) dengan pejantan terpilih, (2) teknik inseminasi buatan (IB) dengan semen beku dan teknik IB dengan semen cair;
Intensifikasi kawin alam (IKA)
            Melalui distribusi pejantan unggul terseleksi dari bangsa sapi lokal atau impor dengan tiga manajemen perkawinan, yakni: (1) perkawinan model kandang individu, (2) perkawinan model kandang kelompok/umbaran, (3) perkawinan model padang pengembalaan









Perkawianan di Kandang Individu.
            Kandang individu adalah model kandang dimana setiap ekor sapi menempati dan diikat pada satu ruangan; antar ruangan kandang individu dibatasi dengan suatu sekat. Kandang invidu di peternak rakyat, biasanya berupa ruangan besar yang diisi lebih dari satu sapi, tanpa ada penyekat tetapi setiap sapi diikat satu persatu. Model Perkawinan kandang individu dimulai dengan melakukan pengamatan birahi pada setiap ekor sapi induk dan perkawinandilakukan satu induk sapi dengan satu pejantan (kawin alam) atau dengan satu straw (kawin IB). Biasanya kandang individu yang sedang bunting beranak sampai menyusui pedetnya.



Perkawinan di kandang kelompok.
            Kandang terdiri dari dua bagian, yaitu sepertiga sampai setengah luasan bagian depan adalah beratap/diberi naungan dan sisanya di bagian belakang berupa areal terbuka yang berpagar sebagai tempat pelombaran. Ukuran kandang (panjang x lebarnya) tergantung pada jumlah ternak yang menempati kandang, yaitu untuk setiap ekor sapi dewasa membutuhkan luasan sekitar 20 – 30 m2. Bahan dan alatnya: dibuat dari semen atau batu padas, dinding terbuka tapi berpagar, atap dari genteng serta dilengkapi tempat pakan, minum dan lampu penerang.
Perkawinan model mini rench
Manajemen perkawinan model ren dapat dilakukan oleh kelompok perbibitan sapi potong rakyat yang memiliki areal ren berpagar pada kelompok usaha bersama.
Perkawinan model padang pengembalaan (angonan).
            Manajemen perkawinan dengan cara angon dapat dilakukan oleh petani atau kemitraan antara kelompok perbibitan sapi potong rakyat dengan perkebunan atau kehutanan.


            Pengaturan manajemen perkawinan dan teknik pemberian pakan saat beranak, kawin, sapih dan bunting tua pada sapi potong induk diharapkan mengikuti suatu model yang dikenal sebagai/dengan kalender perkawinan dan program pemberian pakan (surge feeding) pre dan pasca beranak. Tujuan kalender ini untuk mempercepat birahi kembali setelah beranak untuk segera dikawinkan dan memudahkan terjadi fertilisasi (kebuntingan) berikutnya. (Affandy, L dkk. 2007).
2.      Bentuk-bentuk Distokia.

a.      Unilateral carpal flexion posture
Definisi: Hanya ada 1 kaki yang terlipat, kaki yang normal dan kepala ditemukan di dalam atau menonjol di vagina. Flexi karpal dari kaki depan yang lain ditemukan pada inlt atau terjepit dalam vagina.
Presentasi: longitudinal anterior, posisi : dorsosacrum, posture: carpal flexion (unilateral).
Penanganan: Pada flexi carpal unilateral, satu kaki akan terjulur keluar ke vulva, kemudian diikat dengan tali dan membiarkannya terjulur keluar. Dengan porok kebinadanan, direpulsikan, kaki yang mengalami flexi di ekstensikan, lalu ujungnya diikat dengan tali. Fetus ditarik keluar.

 Manipulasi
   Prinsip penanganan:
a.     Repulsi              : mendorong fetus sepanjang saluran peranakan kearah uterus
b.    Extensi              : pembetulan letak bagian-bagian fetus yang mengalami fleksi
c.     Rotasi                : memutar tubuh fetus sepanjang sumbu longitudinal
d.    Versio                : memutar fetus kedepan/ kebelakang
e.     Retraksi            : penarikan fetus keluar dari tubuh induk

b.    Bilateral carpal flexion posture
Definisi: Ada 2 kaki yang mengalami flexi carpal, ditemukan pada inlet pelvis atau terjepit dalam vagina.
Presentasi : longitudinal, posisi : dorsosacrum, postur : bilateral carpal flexion.
Penanganan: Mencari 1 kaki yang mengalami flexi dengan cara merepulsikan kemudian diekstensikan, menarik keluar 1 kaki dan diikat dengan tali. Untuk kaki yang sama, diperlakukan dengan cara yang sama seperti sebelumnya, dan fetus ditarik keluar.

c.     Shoulder flexion posture
Definisi: Jika kedua kaki terlipat, dan hanya kepala fetus yang menonjol keluar vagina atau vulva. Kaki tersebut mungkin benkak. Jika hanya ada 1 kaki yang terkena, kaki yang lain menonjol dari vulva dengan kepala.
Presentasi: longitudinal anterior, posisi: dorsosacrum, postur: shoulder flexion.
Penanganan: Satu kaki yang normal akan menjulur keluar, diikat dengan tali dan dibiarkan menjulur keluar. Kemudian direpulsikan, bahu yang mengalammi flexi diekstensikan, ujung diikat dengan tali, fetus ditarik keluar.
d.    Head neck flexion posture (lateral)
Definisi: Kaki depan fetus biasanya ditemukan dalam vagina dan kaki-kakinya dapat menonjol melewati vulva. Kadang-kadang leher fetus berotasi ke arah lateral (kanan/kiri).
Presentasi: longitudinal anterior, posisi: dorsosacrum, postur: head neck flexion (lateral).
Penanganan: Kaki fetus yang keluar diikat dengan tali, fetus direpulsi, kepala dan leher yang mengalami flexi diekstensikan yaitu dengan mengaitkan tali pada rahang bawah fetus, tarik pelan-pelan. Dengan bantuan kedua tali pada ujung kaki, fetus ditarik keluar.
e.     Head neck flexion posture (ke ventral)/vertex
Definisi: Kepala dapat disimpangkan ke bawah anatar kaki depan yang berbatasan dengan sternum dalam postur dada kepala.
Presentasi: longitudinal anterior, posisi: dorsosacrum, postur: head neck flexion (ventral).
Penanganan: Kaki fetus yang keluar diikat dengan tali, repulsikan fetus dan angkat moncong ke atas menuju pelvis. Jika kepala tidak dipindahkan di bawah kaki depan, tidak cukup ruang untuk menuju pelvis, kecuali salah satu kaki depan digerakkan ke belakang ke  dalam uterus. Jika kepala sudah didapat, kaki deoan ditempatkan kembali, kemuadian tarik fetus keluar.
f.      Hock flexion posture
 Definisi: Ujung ekor fetus dapat menonjol dari vulva dan pergelangan kaki yang mengalami flexi teraba pada inlet pelvis tau terkunci dalam pelvis. Jika hanya 1 kaki saja yang mengalami flexi pada hock, yang lainnya dapat enjulur ke vulva.
Presentasi : longitudinal posterior, posisi : dorsosacrum, postur : heck flexion.
Penanganan: Fetus direpulsikan, ikat ujung kaki belakang dengan tali, kemudian tali tersebut dilewatkan pertengahan teracak ditarik keluar. Ujung teracak dilindungi agar tidak melukai saluran peranakan induk. Dengan bantuan tali tersebut, fetus ditarik keluar.
g.     Unilateral hip flexion posture
Definisi: Salah satu panggunl tertekuk ke dalam, sedangkan tali belakang yang lain terjulur keluar.
Presentasi: longitudinal posterior, posisi: dorsosacrum, postur: unilateral hip flexion.
Penanganan: Kaki yang keluar diikat dengan tali, fetus direpulsikan, kaki belakang/pinggul yang mengalami flexi diekstensikan dengan hati-hati. Lindungi teracak agar tidak melukai uterus.
h.     Unilateral tarsal flexion posture
Definisi: Jika salah satu kaki belakang terjulur keluar sedangkan  flexi tarsal dari kaki belakang yang lain ditemukan pada inlet pelvis atau terjepit dalam vagina.
Presentasi: longitudinal posterior, posisi: dorsosacrum, postur: unilateral sacral flexion.
Penanganan: Ikat kaki yang keluar dengan tali, fetus direpulsikan kemudian kaki yang mengalami flexi distensi, kemudian ujungnya diikat dengan tali. Dan fetus ditarik keluar.
i.         Posterior presentation, ventral position (bilateral hock flexion)
 Definisi: Jika kedua kaki belakang terjulur keluar, sedang kan posisi tubuh adalah ventral.
 Presentasi : longitudinal posterior, posisi : dorso pubis, postur : bilateral hock flexion.
Penanganan: Kedua ujung kaki masing-masing diikat dengan tali, pegang salah satu pangkal kaki sambil mendorong ke dalam, kemudian dilakukan rotasi ke arahh dorsal position. Dengan bantuan tali tersebut, fetus ditarik keluar.

j.         Transversal presentation, cephaloillial dextra position.
 Definisi: Punggung dari fetus menghadap ke arah vulva.
Presentasi : transverso-dorsal, posisi : chepalo-illial dextro, postur : unilateral hip flexion.
Penanganan: Pegang kaki yang mudah didapat, kemudian fetus direpulsikan. Putar fetus ke arah ventral position, presentasi bisa anterior/posterior. Rotasikan fetus ke arah dorsal position, dengan tali yang diikatkan pada badan/ujung kaki fetus, tarik keluar (Cady, 2009).

.    Prosedur penanganan:
a.     Anamnesa. Berguna untuk mengetahui riwayat induk dan riwayat kejadian seperti lama kebuntingan, sejarah perkawinan, apakah distokia pernah terjadi sebelumnya, apakah hewan memperlihatkan atau menderita penyakit selama 2 bualn terakhir sampai menjelang partus (Toelihere, 1981).
b.    Pemeriksaan umum. Mencakup hal-hal: sikap berdiri sapi, suhu tubuh, pulsus, warna selaput lendir, kondisi vulva (Toelihere, 1981).
c.     Pemeriksaan khusus. seperti: mengekang hewan, dalam kondisi rebah semua kaki diikat, pemeriksaan saluran kelahiran apakah dilatasi, berputar, lembab dan licin, berdarah, bengkak, nekrotik, ukuran inlet pelvis, vagina dan vulva, pemeriksaan fetus hidup atau telah mati, dan pemeriksaan presentasi, posisi dan postur fetus (Toelihere, 1981).
d.    Anestesi epidural jika diperlukan.
e.     Diberi cairan janin buatan jika saluran peranakan sudah mengering.
f.      Tindakan, berdasarkan hasil diagnosa.
3.    Contoh tindakan manipulasi berdasarkan permasalahannya:

3.      Perawatan Induk dan Pedet.

Jika terdapat keragu-raguan tentang status mineral sapi, harus diberikan lebih banyak.
b.      Jika terdapat penyakit spesifik, mastitis dan hati berlemak segera lakukan penanganan
c.       Jika terdapat cedera pasca distokia seperti laserasi harus segera ditangani.
d.      Memberikan makanan dan minuman yang membangkitkan selera makan
e.       Sapi harus dipertahankan pada kondisi rebah sternal tetapi berbaring pada seperempat bagian belakangatau sisi lainnya. Hal ini berhubungan dengan titik – titik tekanan abominal pasca kelahiran.
f.       Perawatan ambing, jika ambing sedang memproduksi susu diperah pada jangka waktu yang teratur.
g.      Permukaan lantai tidak boleh licin, kotsk yang beralas tebal atau rumput lapangan dapat digunakan.
h.      Mengangkat sapi, hal ini akan membantu untuk mengetahui sapi dapat menopang dirinya sendiri atau tidak.
i.        Terapi obat non – spesifik dapat menstimulasi sapi yang rebah untuk berdiri. Seperti ripelannamine hidroklorida dosis 10 mL/450kg IV.
j.        Kemajuan harus dipantau setiap hari dan didiskusikan dengan pemilik. (Jackson, 2007).
Pedet
Pasca fetus dari kasus distokia harus dipastikan fetus masih hidup atau sudah mati yaitu dengan cara melihat ciri-ciri fetus yang hidup yaitu :
Ciri Fetus Hidup ;
a.    Respon positif pada penarikan pedal dan reflex palpebral.
b.   Respon pada tekanan pada bola mata atau cubitan hidung atau telinga.
c.    Gerak reflex menghisap jika jari ditempatkan pada mulut anak sapi.
d.   Kontraksi anal sphincter ketika jari dimasukkan (Jackson,2007).
Setelah memastikan fetus benar-benar hidup, langkah selanjutnya menyadarkan anak sapi :
a.    Membersihkan jalan udara : anak sapi digantungkan  dengan kakinya dari balok yang nyaman atau digantung pada pintu. Dengan alat penghisap untuk memastikan hilangnya lender pada mulut, farink, larink dan saluran hidung.
b.   Memeriksa denyut jantung fetus
c.    Penegakan respirasi saat jantung berdenyut :dapat dirangsang dengan mencubit hidung atau kaki fetus, menusuk nasal filtrum atau mencipratkan air dingin ke bagian kepala.
       Perawatan selanjutnya anak sapi harus didorong untuk minum kolostrum dalam 6 jam kelahiran. Pusarnya harus dicelupkan dalam iodin atau disemprot aerosol antibiotic setelah sadar juga pemeriksaan pusar secara berkala untuk memastikan hemoraghi yang tertunda dari umbilicus tidak terjadi (Jackson,2007).
Adapun cara yaitu pembuatan klostrum buatan dengan bahan :
a.    Susu skim 12 sendok makan (bahan dasar kolostrum).
b.   Garam dapur 1 sendok makan (elektrolit pengganti NaCl) dan MgSO4 (laksansia).
c.    Kuning telur 1-2 butir (sumber lemak, protein dan imunoglobin).
d.   Madu (sumber vitamin dan tenaga).
e.    Antibiotik (antibakteri).
f.    Air hangat dan gula jawa (pelarut).
             Cara pembuatannya panaskan air dalam keadaan mendidih lalu tuangkan pada wadah yang telah dicampur semua bahan diatas, aduk rata dan siap di berikan pada fetus yang baru lahir (Manan,2001).


Daftar Pustaka

Affandhy, L ; Dikman, DM dan Aryogi. 2007. Petunjuk Teknis Perkawinan
            Sapi Potong.Pasuruan : Agro Inovasi.
Azmi, Z. 2010. Gangguan Reproduksi Pada Ternak.  Yogyakarta.
Bearden,2004. Applied Animal reproduction. London : Pearson Prentice Hall

            Cady, R.A. 2009. Dystocia—Difficult Calving, What It Costs and How to Avoid             It.www.wvu.edu/~agexten/forglvst/Dairy/dirm20.pdf .  
            Jackson, P, G. 2007. Handbook Obstetrik Veteriner Edisi ke-2. Yogyakarta :
                        Gadjah Mada University Press.
            Manan, D. 2001. Ilmu Kebidanan pada Ternak. Banda Aceh : Universitas Syah Kuala.
              Toelihere, Mozes R. 1981. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kebau. Jakarta : UI Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar