" Lahir Kembar ".
Thursday,
January 9th 2014
Learning Objectives.
Jelaskan tentang
gangguan abomasum ( Etiologi, Gejala Klinis, Patogenesis, Diagnosa dan Terapi
serta Pencegahannya ).
Pembahasan.
1.
Displasia Abomasum
Displasia
abomasum (DA) adalah gangguan pencernaan pada ruminansia yang disebabakan oleh
tergesernya abomasum dari tempat aslinya, ditandai dengan anoreksia total atau
parsial, berkurangnya jumlah tinja yang dikeluarkan, dan pada kebanyakan
kejadian diikuti dengan ketonuria yang persisten.
Pergeseran abomasum pada sebagian
besar kejadian (lebih kurang 90%) mengarah kekiri, hingga sebagian besar
abomasum tergeser dan terletak di sebelah kiri dari rumen, di belakang omasum,
dengan kurvatura mayor abomasum yang terjepit di antara rumen dan dinding perut
sebelah ventral. Pada pergeseran abomasum ke arah kanan lambung tersebut
terletak di antara hati dan dinding perut sebelah kanan. Dapat juga pada
pergeseran kearah kanan tersebut abomasum tergeser ke belakang sampai di daerah
panggul sebelah kanan. Pergeseran abomasum kearah kanan juga sering disebut
pembesaran (dilatasi) atau pemutaran (torsio, pemuntiran) terletak di antara
retikulum dan diafragma. Pada umumnya disetujui bahwa istilah DA hanya
digunakan untuk menggambarkan penggeseran abomasum kearah kiri atau left
displacement of abomasum.
Etiologi
Kejadian Left Displacement Abomasum
paling sering dilaporkan pada sapi perah yang dikandangkan terlalu lama, dengan
makanan penguat (konsentrat) biji-bijian dalam jumlah berlebihan. Perbandingan
antara konsentrat dengan rumput berhubungan dengan kejadian Displasia abomasum,
semakin tinggi pemberian konsentat maka makin tinggi pula kemungkinan
terjadinya Displasia abomasum (Anonim, 2009).
Selain itu, sapi-sapi yang memiliki
ukuran tubuh lebih besar memiliki resiko kejadian lebih tinggi. Hal ini
disebabkan karena pada sapi-sapi yang berukuran besar ternyata organ-organ
dalam tubuhnya mudah bergeser. Penyebab lainnya dapat juga disebabkan karena
hipokalsemia, penyakit-penyakit lain yang bersamaan seperti ketosis dan
metritis (Anonim, 2009).
Kejadian DA ditemukan juga pada
pedet yang mulai di beri konsentrat. Pedet tersebut diberikan konsentrat yang
berlebih dan pernah terjadi juga pada kandang kelompok sehingga sebagian pedet
lebih dominan dan memakan konsentrat lebih banyak.
Beberapa kelainan atau gangguan pada
masa periparturien yang beresiko menyebabkan DA meliputi : distokia, kelahiran
kembar, metritis, ketosis atau milk fever. Gangguan tersebut kebanyakan
menyebabkan kekurangan kadar Ca darah atau akibat adanya endotoksin sehingga
mengakibatkan terjadinga atoni abomasum & akumulasi gas yang mengakibatkan
terjadinya Displasia Abomasum (Anonim, 2009).
A. Patogenesis
Kejadian ini sebenarnya dimulai pada
saat masa kering kandang (dry) pada saat sapi mempersiapkan kelahiran. Pakan
yang rendah energi dan kurang serat membuat metabolisme rumen menjadi lembek.
Kebutuhan energi sapi secara normal akan meningkat setelah melahirkan dan
secara naluriah, nafsu makannya akan berkurang. Karena tantangannya adalah
memasukkan energi sebanyak mungkin ke tubuh sapi pada saat nafsu makannya
rendah. Bagi sapi-sapi tertentu, kebiasaan ini akan teratasi jika sapi sudah
dibiasakan dengan pakan yang kaya serat dan energi pada saat sekitar 2 minggu
sebelum melahirkan (challenge feed during transition period) sehingga pada saat
setelah melahirkan, dia tetap akan mendapat energi yang cukup (Kurniawan,
2008).
Namun pakan yang miskin serat dan
energi pada masa transisi akan membuat nafsu makannya semakin berkurang setelah
melahirkan. Kondisi ini menyebabkan rumen tidak segera terisi dan akibatnya
celah ini akan diisi oleh abomasum yang letaknya pada saat itu sangat dekat
dengan rongga kosong yang sebelumnya diisi oleh pedet. Efek yang
mengkhawatirkan adalah adanya obstruksi abomasum yang menyebabkan fermentasi
terus menerus di abomasum dimana gas yang dihasilkan semakin lama akan semakin
memperbesar ukuran abomasum bahkan bisa mengiritasi dinding abomasum. Gas di
dalam abomasum itulah yang menciptakan suara ping (ping sound) (Kurniawan,
2008).
B. Gejala Klinis
Gejala awal dari kasus LDA adalah
adanya gangguan pada nafsu makan yang disertai dengan gejala kesakitan pada
abdomen dan adanya timpani rumen. Selain itu, hewan terlihat anoreksia,
produksi susu turun, terjadi penurunan dari frekuensi dan intensitas gerak
rumen dan feses terlihat lebih gelap dan berair. Biasa terjadi pada saat hewan
berada dalam masa akhir kebuntingan atau setelah melahirkan (2 minggu pre
partus sampai dengan 8 minggu post partus) (Subronto, 1995).
Saat dilakukan auskultasi dan
perkusi pada daerah yang mengalami displasia terdengar bunyi seperti logam
dipukul (ping-ping) yaitu ‘ping sound’ yang
merupakan gejala klinis yang khas pada kasus ini. Pemeriksaan kondisi fisik
secara umum, dapat terlihat bagian abdomen yang asimetris antara kiri dan kanan
jika dilihat dari belakang (bagian kiri terlihat lebih besar) (Anonim, 2010).
C. Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan fisik, terutama dengan auskultasi dan perkusi dinding perut
terdengar adanya suara khas yang nyaring yang sering disebut tinkling sound atau ping sound. Diagnosis juga dapat dilakukan dengan pengambilan dan
pengukuran pH cairan Abomasum. Pada sapi yang mengalami Displasia Abomasum
biasanya mempunyai pH cairan abomasum kurang dari 2 (Anonim,
2009).
1. Perkusi
pada area di bawah garis bayangan yang ditarik dari tengah – tengah fossa
paralumbar kiri ke olekranon, sekitar rongga intercostae ke-10 akan terdengar
suara resonan khusus yang terdengar berdenting karena gas yang terjebak di abomasum.
2. Pemeriksaan
kadar benda keton dalam darah dan urin.
Gambar
lokasi pemeriksaan pada LDA :
Gambar
lokasi pemeriksaan pada RDA :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar