Rabu, 30 Oktober 2013

Kesehatan Masyarakat dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.

" Kesehatan Masyarakat dan Kesehatan Masyarakat Veteriner "
Thursday, October 31th 2013.
Learning Objectives.
1.      Jelaskan mengenai Kesma dan Kesmavet, meliputi pengertian, sejarah, progam dan ruang lingkup ?
2.      Jelaskan mengenai Codex Alimentarius ?
3.      Jelaskan mengenai Analisis Resiko ?
Pembahasan.
A.    Kesehatan Masyarakat dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.
            Kesehatan Masyarakat.
            Ilmu kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan efisiensi melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk meningkatkan sanitasi lingkungan, kontrol infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang kebersihan perorangan, pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan, untuk diagnosa dini, pencegahan penyakit dan pengembangan aspek sosial, yang akan mendukung agar setiap orang di masyarakat mempunyai standar kehidupan yang kuat untuk menjaga kesehatannya.
Bapak Kesehatan Masyarakat Adalah Charles Edward Amory Winslow (1877-1957)
 1. Sejarah Kesehatan Masyarakat  Dunia
Dimulai dari mitos Yunani  dua tokoh metologi Yunani, yakni Asclepius dan Higeia.  Asclepius disebutkan sebagai seorang dokter pertama yang telah dapat mengobati penyakit dan bahkan melakukan bedah berdasarkan prosedur-prosedur tertentu (surgical procedure) dengan baik. Higeia, asisten dan istrinya juga telah melakukan upaya-upaya kesehatan.  Perbedaan antara Asclepius dengan Higeia dalam pendekatan / penanganan masalah kesehatan adalah:
Asclepius melakukan pendekatan (pengobatan penyakit), setelah penyakit tersebut terjadi pada seseorang. Higeia melakukan upaya promotif mencegah terjadinya penyakit melalui upaya-upaya kesehatan



    a )      Kuratif
Ø  Sasaran individual
Ø  Kontak kepada sasaran (pasien) biasanya sekali saja
Ø  Jarak cenderung jauh
Ø  Bersifat reaktif
Ø  Memandang klien secara parsial

   b)      Preventif
ü  Sasaran masyarakat
ü  Masalah masyarakat
ü  Hubungan bersifat kemitraan
ü  Bersifat proaktif
ü  Memandang klien secara holistik



Mencegah penyakit (preventif)
b.       Meningkatkan kesehatan (promotif)
c.       Terapi fisik, mental dan sosial (kuratif)
d.       Pemulihan kesehatan fisik, mental dan sosial (rehabilitatif)

Periode sebelum ilmu pengetahuan Di Babylonia, Mesir, Yunani, dan Romawi tercatat tentang  pengaturan pembuangan air limbah atau drainase pemukiman pembangunan kota, pengaturan air minum Pembuatan sumur. Abad 1 sampai Abad 7 Mulai dirasakan pentingnya usaha kesehatan masyarakat Mulai banyak terjadi epidemi. Penyakit kolera sejak abad ke-7 menyebar dari Asia khususnya Timur Tengah dan Asia Selatan ke Afrika. India disebutkan sejak abad ke-7 telah menjadi pusat endemi kolera.  Lepra juga telah menyebar mulai dari Mesir ke Asia Kecil dan Eropa melalui para emigran.  Upaya mengatasi masalah kesehatan . Memperhatikan masalah lingkungan, terutama hygiene dan sanitasi lingkungan. 
·         Pembuangan kotoran manusia (latrin),
·         Pengusahaan air minum yang bersih,  
·         Pembuangan sampah,
·         Ventilasi rumah
Wabah Pes Pada abad ke-14 mulai terjadi wabah pes yang paling dahsyat, di China dan India.  Pada tahun 1340 tercatat 13.000.000 orang meninggal karena wabah pes, dan di India, Mesir dan Gaza dilaporkan bahwa 13.000 orang meninggal tiap hari karena pes. Jumlah kematian akibat pes saat itu: mencapai lebih dari 60.000.000 orang.  Pes waktu itu disebut “the Black Death”.  Keadaan atau wabah penyakit-penyakit menular ini berlangsung sampai menjelang abad ke-18.  Selain wabah pes, wabah kolera dan tipus masih berlangsung.  
Periode Ilmu Pengetahuan Mulai akhir abad 18 Pendekatan masalah kesehatan komprehensif dan multisektor Mulai ditemukan berbagai macam penyebab penyakit dan vaksin sebagai pencegah penyakit. Louis Pasteur telah berhasil menemukan  vaksin untuk mencegah penyakit cacar dan  Joseph Lister menemukan asam carbol (carbolic acid) untuk sterilisasi ruang operasi.
 Laporan Penyelidikan terkait wabah Kolera di Inggris (1832) Masyarakat hidup di suatu kondisi sanitasi yang jelek,  Sumur penduduk berdekatan dengan aliran air kotor dan pembuangan kotoran manusia. Air limbah yang mengalir terbuka tidak teratur, makanan yang dijual di pasar banyak dirubung lalat dan kecoa.  Sebagian besar masyarakat miskin, bekerja rata-rata 14 jam per hari, dengan gaji yang dibawah kebutuhan hidup  sehingga masyarakat tidak mampu membeli makanan yang bergizi.  

2.      Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia (Notoatmodjo, 2003)

1.   Abad Ke-16 : Pemerintahan Belanda mengadakan upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
2.   Tahun 1807 : Pemerintahan Jendral Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka upaya penurunan angka kematian bayi pada waktu itu, tetapi tidak berlangsung lama, karena langkanya tenaga pelatih.
3.   Tahun 1888 : Berdiri pusat laboratorium kedokteran di Bandung, yang kemudian berkembang pada tahun-tahun berikutnya di Medan, Semarang, surabaya, dan Yogyakarta. Laboratorium ini menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar, gizi dan sanitasi.
4.   Tahun 1925 : Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan di Purwokerto, Banyumas, karena tingginya angka kematian dan kesakitan.
5.   Tahun 1927 : STOVIA (sekolah untuk pendidikan dokter pribumi) berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun 1947 berubah menjadi FKUI. Sekolah dokter tersebut punya andil besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.
6.   Tahun 1930 : Pendaftaran dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan.
7.   Tahun 1935 : Dilakukan program pemberantasan pes, karena terjadi epidemi, dengan penyemprotan DDT dan vaksinasi massal.
8.   Tahun 1951 : Diperkenalkannya konsep Bandung (Bandung Plan) oleh Dr.Y. Leimena dan dr Patah (yang kemudian dikenal dengan Patah-Leimena), yang intinya bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. konsep ini kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini bahwa gagasan inilah yang kemudian dirumuskan sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan kesehatan tingkat primer dengan membentuk unit-unit organisasi fungsional dari Dinas Kesehatan Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan kemudian disebut Puskesmas.
9.  Tahun 1952 : Pelatihan intensif dukun bayi dilaksanakan
10. Tahun 1956 : Dr.Y.Sulianti mendirikan “Proyek Bekasi” sebagai proyek percontohan/model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat dan pusat pelatihan, sebuah model keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis.
11. Tahun 1967 : Seminar membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan masyarakat Indonesia. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem Puskesmas yang terdiri dari Puskesmas tipe A, tipe B, dan C
12. Tahun 1968 : Rapat Kerja Kesehatan Nasional, dicetuskan bahwa Puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Depkes) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan di kotamadya/kabupaten.
13. Tahun 1969 : Sistem Puskesmas disepakati 2 saja, yaitu tipe A (dikepalai dokter) dan tipe B (dikelola paramedis). Pada tahun 1969-1974 yang dikenal dengan masa Pelita 1, dimulai program kesehatan Puskesmas di sejumlah kecamatan dari sejumlah Kabupaten di tiap Propinsi.
14.  Tahun 1979 : Tidak dibedakan antara Puskesmas A atau B, hanya ada satu tipe Puskesmas saja, yang dikepalai seorang dokter dengan stratifikasi puskesmas ada 3 (sangat baik, rata-rata dan standard). Selanjutnya Puskesmas dilengkapi dengan piranti manajerial yang lain, yaitu Micro Planning untuk perencanaan, dan Lokakarya Mini (LokMin) untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim.
15.  Tahun 1984 : Dikembangkan program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana di Puskesmas (KIA, KB, Gizi, Penaggulangan Diare, Immunisasi)
16.  awal tahun 1990-an : Puskesmas menjelma menjadi kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga memberdayakan peran serta masyarakat, selain memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

Kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
Kesehatan kerja adalah adalah merupakan aplikasi kesehatan masyarakat didalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor dan sebagainya) dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan tersebut. Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan tersebut, melalui usaha-usaha preventif, promotif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungan kerja (Notoatmodjo, 2003).
Dalam kesehatan kerja pedomannya ialah : "Penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah", maka upaya pokok kesehatan kerja ialah pencegahan kecelakaan akibat kerja. Didalam kesehatan kerja ciri pokoknya adalah upaya preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan). Dalam kaitannya dengan masyarakat di sekitar perusahaan, kesehatan kerja juga mengupayakan agar perusahaan tersebut dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh limbah atau produk perusahaan tersebut. Sedangkan upaya promotif berpedoman, bahwa dengan meningkatnya kesehatan kerja akan meningkatkan juga produktivitas kerja (Notoatmodjo, 2003).
Gizi kesehatan masyarakat (public health nutrition)adalah gizi yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Gizi masyarakat berkaitan dengan gangguan gizi pada kelompok masyarakat. Oleh sebab itu sifat dari gizi masyarakat lebih ditekankan pada pencegahan (prevensi) dan peningkatan (promosi).
Empat fungsi pokok makanan bagi kehidupan manusia adalah untuk :
1.      Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan / perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak.
2.      Memperoleh energi guna melakukan kegiatan sehari-hari.
3.      Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain.
4.      Berperan didalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit.
Agar makanan dapat berfungsi seperti itu maka makanan yang kita makan sehari-hari tidak hanya sekedar makanan. Makanan harus mengandung zat-zat tertentu sehingga memenuhi fungsi tersebut, dan zat-zat gizi ini disebut gizi. Zat-zat makanan yang diperlukan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan ini dikelompokkan menjadi 5 macam, yakni protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Masalah gizi masyarakat bukan menyangkut aspek kesehatan saja melainkan aspek-aspek terkait yang lain, seperti ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kependudukan, dan sebagainya. Oleh sebab itu penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terapi tidak hanya diarahkan kepada gangguan gizi atau kesehatan saja melainkan juga ke arah bidang-bidang yang lain (Notoatmodjo, 2003).
Fungsi-komponen dalam  manajemen kesehatan masyarakat pada dasarnya terdiri dari :
1.      Perencanaan (planning)
Perencanaan adalah merupakan inti kegiatan manajemen, karena semua kegiatan manajemen diatur dan diarahkan oleh perencanaan tersebut. Dengan perencanaan itu memungkinkan para pengambil keputusan atau manajer untuk menggunakan sumber daya mereka secara berhasil guna dan berdaya guna.
2.      Pengorganisasian (organizing)
Setelah perencanaan telah dilakukan atau telah selesai (menjadi rencana) maka selanjutnya harus dilakukan pengorganisasian. Yang dimaksud pengorganisasian adalah mengatur personel atau staf yang ada didalam institusi tersebut agar semua kegiatan yang telah ditetapkan dalam rencana tersebut dapat berjalan dengan baik, yang akhirnya semua tujuan dapat dicapai.
3.      Pengawasan dan pengarahan
Fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dengan perencanaan dan pengorganisasian adalah fungsi pengawasan dan pengarahan. Karena bagaimana baiknya perencanaan dan pengorganisasian tanpa disertai dengan pengawasan dan pengarahan maka niscaya dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pokok dan fungsi pengawasan dan pengarahan adalah agar kegiatan-kegiatan dan orang-orang yang melakukan kegiatan yang telah direncanakan tersebut dapat berjalan dengan baik dan tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang kemungkinan tidak akan tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
4.      Evaluasi program kesehatan
Evaluasi merupakan bagian yang penting dari proses manajemen karena dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik (feed back) terhadap program atau pelaksanaan kegiatan. Tanpa adanya evaluasi, sulit rasanya untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan yang direncanakan itu telah mencapai tujuan atau belum. (Notoatmodjo, 2003)

Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Program Kesmavet
Program yang akan dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan adalah:
1.      Kesejahteraan dan Ketentraman Batin Masyarakat melalui pengembangan sistem jaminan keamanan produk asal hewan.
2.      Status Indonesia sebagai Negara Bebas Penyakit Hewan Menular Umum ( PHMU ) dengan pengembangan sistem pencegahan penyebaran penyakit ( PHMU dan Zoonosis ).
3.      Kesehatan Lingkungan Budi Daya Ternak dengan pengembangan sistem pengendalian residu dan cemaran mikroba.
4.      Kesejahteraan Hewan melalui pengembangan sistem pembinaan kesejahteraan hewan.
5.      Produk Hewan yang Berdaya-saing melalui pengembangan sistem Kesmavet Nasional.                                                                              (Pramujiono, 2005)
Ruang Lingkup dan Fungsi Kesmavet
1.      Memberi masukan teknis dalam penyusunan peraturan perundangan, kebijakan, pedoman, perencanaan strategis dan pelaksanaan dalam bidang pengendalian dan pencegahan penyakit hewan dan manusia, sanitasi, higiene, dan lingkungan.
2.      Pencegahan dan pengendalian penyakit zoonotik atau zoonosis (penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia).
3.      Higiene pangan dan keamanan pangan, termasuk pengendalian foodborne illness (penyakit yang ditularkan melalui makanan).
4.      Identifikasi dan evaluasi bahaya-bahaya (hazards) baik biologis, kimiawi, dan fisik yang menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan manusia dan hewan.
5.      Pendidikan kesehatan masyarakat.
6.      Kerjasama antar instansi/badan dalam rangka menjamin kesehatan hewan, manusia, lingkungan.                                                                                        (Lukman, 2008)

B.     Codex Alimentarius.
Sejarah
Codex Alimentarius merupakan koleksi standar, tentang garis panduan dan rekomendasi mengenai pangan, produk pangan dan keselamatan pangan yang telah ditetap secara internasional. Komisi Codex Alimentarius di wujudkan pada tahun 1963 oleh Food and Agriculture Organization(FAO) dan World Health Organization(WHO) yang bernaung di bawah Persatuan Bangsa-Bangsa Bersatu(PBB) untuk menciptakan persaingan yang sehat di dalam perdagangan pruduk pangan dunia. Codex Alimentarius ini telah diakui oleh World Trade Organization(WTO) sebagai garis panduan dalam menjamin keamanan pangan dan keamanan konsumer.
Ruang Lingkup
Codex Alimentarius secara resmi menetapkan standar menganai pangan, dari proses pembuatan produk pangan maupun pangan yang belum diolah. Namun begitu, titik berat diletakkan pada pangan yang akan di perdagangkan kepada konsumer.
Codex Alimentarius menetapkan pembagian standar kepada dua yaitu:
a.       Standar Umum
b.      Standar Khusus
Standar Umum
Standar umum meliputi tentang pembuatan label pangan, higiene pangan, penambahan zat-zat kimia dalam pangan dan juga jumlah sisa pestisida yang terkandung di dalam produk pangan sehingga produk pangan yang dihasilkan memcapai standar keamanan yang sama. Di dalam standar umum Codex Alimentarius terdapat garis panduan untuk pemerintah setempat dalam memberikan sertifikat untuk import dan eksport produk pangan.
Standar Khusus
Standar Khusus meliputi tentang standar  untuk pengolahan pangan atau pangan itu sendiri yang meliputi :
1.      Produk daging ( segar, beku, yang sudah diolah)
2.      Produk perikanan ( air tawar, air asin dan juga budidaya ikan)
3.      Produk susu dan susu segar
4.      Produk pangan formula ( pangan bayi)
5.      Produk buah-buahan dan sayur-sayuran
6.      Produk lain ( madu, air mineral, gula, minyak)

C.    Analisis Resiko.
Analisis risiko adalah suatu alat bagi pengambil keputusan untuk menyediakan suatu penilaian yang objektif, repeatable, dan terdokumentasi terhadap risiko-risiko dari suatu tindakan tertentu yang diambil. Berkaitan dengan impor, analisis risiko bagi negara pengimpor bertujuan utama untuk menyediakan suatu metode penilaian yang objektif dan defensible terhadap risiko-risiko masuknya penyakit terkait dengan importasi hewan dan produk hewan.

Proses Analisis Risiko
Komponen analisis risiko yang digunakan oleh CAC untuk keamanan pangan sedikit berbeda dengan analisis risiko yang dikembangkan OIE terutama untuk analisis risiko impor hewan dan produk hewan. Pada intinya komponen analisis risiko terdiri dari:

1.      Identifikasi resiko
Identifikasi risiko adalah tahapan awal penting yang harus dilaksanakan sebelum tahap penilaian risiko. Dalam tahapan ini akan diidentifikasi agen patogen atau bahaya yang potensial untuk kesehatan hewan dan manusia yang mungkin terbawa oleh komoditas yang diimpor (OIE, 2007).
2.      Penilaian risiko (risk assessment)
Penilaian risiko adalah komponen analisis risiko yang menduga (estimasi) risiko berkatian dengan suatu bahaya. Penilaian risiko ini dapat bersifat kualitatif atau kuantitatif.
3.      Manajemen risiko (risk management)
Manajemen risiko dalam proses analisis risiko pemasukan hewan dan produk hewan terkait dengan penyakit hewan dan zoonosis didefinisikan oleh OIE (2004) sebagai proses identifikasi, seleksi dan penerapan tindakan-tindakan yang dapat diterapkan untuk mengurangi tingkat risiko (the process of identifying, selecting and implementing measures that can be applied to reduce the level of risks). Sedangkan definisi manajemen risiko dalam proses analisis risiko terkait keamanan pangan menurut WHO (1995) adalah proses untuk mempertimbangkan penerapan berbagai alternatif kebijakan, sebagai hasil dari penilaian risiko, dan apabila diperlukan, menyeleksi dan melaksanakan pilihan tindakan pengendalian yang tepat, termasuk tindakan regulasi.
4.      Komunikasi risiko (risk communication)
Komunikasi risiko adalah proses penjaringan informasi dan pendapat-pendapat terkait bahaya dan risiko dari pihak-pihak yang berkepentingan selama proses analisis risiko, serta mengkomunikasian hasil penilaian risiko dan tindakan manajemen risiko yang diusulkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan di negara pengimpor dan pengekspor (OIE, 2004).

Proses penilaian risiko menurut sistem National Academic Science - National Research Council (NAS-NRC) yang diadopsi oleh CAC terdiri dari empat tahap yaitu:
1.      Identifikasi bahaya (hazard identification)
2.      Karakterisasi bahaya (hazard characterization)
3.      Penilaian keterpaparan (exposure assessment)
4.      Karakterisasi risiko (risk characterization)
sedangkan OIE membagi penilaian risiko menurut OIE terdiri dari empat komponen yaitu:
1.      Penilaiaan pengeluaran (release assessment)
2.      Penilaian pendedahan (exposure assessment)
3.      Penilaian konsekuensi (consequence assessment)
4.      Estimasi risiko (risk estimation).

Manajemen risiko menurut sistem NAS-NRC dan CAC terdiri dari:
1.      Evaluasi risiko (risk evaluation)
2.      Penilaian pilihan (option assessment)
3.      Implementasi (implementation)
4.      Pemantauan dan kaji-ulang (monitoring and review)

Sedangkan manajemen risiko menurut OIE terdiri dari:
1.      Evaluasi risiko
2.      Evaluasi pilihan (option evaluation)
3.      Implementasi (implementation)
4.      Pemantauan dan kaji-ulang (monitoring and review)
(Lukman, 2008)
    
        Daftar Pustaka.
Lukman, D. W. 2008. Kesehatan Masyarakat Veteriner: Definisi, Ruang Lingkup,
          dan Tantangan.
Notoatmodjo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.
              Cet. ke-2. Rineka Cipta. Jakarta.
   Pramujiono, A. 2005. Kebijakan Pemerintah Terhadap Kesehatan Masyarakat Veteriner
              (Kesmavet).                
Wijono, Djoko., 1997. Manajemen Kepemimpinan Dan Organisasi Kesehatan.Surabaya : Airlangga University Press