"
Kesehatan Masyarakat dan Kesehatan Masyarakat Veteriner "
Thursday, October 31th
2013.
Learning Objectives.
1. Jelaskan
mengenai Kesma dan Kesmavet, meliputi pengertian, sejarah, progam dan ruang
lingkup ?
2. Jelaskan
mengenai Codex Alimentarius ?
3. Jelaskan
mengenai Analisis Resiko ?
Pembahasan.
A.
Kesehatan
Masyarakat dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Kesehatan Masyarakat.
Ilmu
kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang
hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan efisiensi melalui usaha
masyarakat yang terorganisir untuk meningkatkan sanitasi lingkungan, kontrol
infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang kebersihan perorangan,
pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan, untuk diagnosa dini, pencegahan
penyakit dan pengembangan aspek sosial, yang akan mendukung agar setiap orang
di masyarakat mempunyai standar kehidupan yang kuat untuk menjaga kesehatannya.
Bapak
Kesehatan Masyarakat Adalah Charles Edward Amory Winslow (1877-1957)
1. Sejarah
Kesehatan Masyarakat Dunia
Dimulai dari
mitos Yunani dua tokoh metologi Yunani, yakni Asclepius dan Higeia.
Asclepius disebutkan sebagai seorang dokter pertama yang
telah dapat mengobati penyakit dan bahkan melakukan bedah berdasarkan
prosedur-prosedur tertentu (surgical procedure) dengan baik. Higeia, asisten
dan istrinya juga telah melakukan upaya-upaya kesehatan. Perbedaan
antara Asclepius dengan Higeia dalam pendekatan / penanganan masalah kesehatan
adalah:
Asclepius melakukan pendekatan
(pengobatan penyakit), setelah penyakit tersebut terjadi pada seseorang. Higeia
melakukan upaya promotif mencegah terjadinya penyakit melalui upaya-upaya
kesehatan
a
) Kuratif
Ø Sasaran
individual
Ø Kontak
kepada sasaran (pasien) biasanya sekali saja
Ø Jarak
cenderung jauh
Ø Bersifat
reaktif
Ø Memandang
klien secara parsial
b) Preventif
ü Sasaran
masyarakat
ü Masalah
masyarakat
ü Hubungan
bersifat kemitraan
ü Bersifat
proaktif
ü Memandang
klien secara holistik
Mencegah penyakit (preventif)
b. Meningkatkan
kesehatan (promotif)
c. Terapi
fisik, mental dan sosial (kuratif)
d. Pemulihan
kesehatan fisik, mental dan sosial (rehabilitatif)
Periode
sebelum ilmu pengetahuan Di Babylonia, Mesir, Yunani, dan Romawi tercatat
tentang pengaturan pembuangan air limbah atau drainase pemukiman
pembangunan kota, pengaturan air minum Pembuatan sumur. Abad 1 sampai Abad 7
Mulai dirasakan pentingnya usaha kesehatan masyarakat Mulai banyak terjadi
epidemi. Penyakit kolera sejak abad ke-7 menyebar dari Asia khususnya Timur
Tengah dan Asia Selatan ke Afrika. India disebutkan sejak abad ke-7 telah
menjadi pusat endemi kolera. Lepra juga telah menyebar mulai dari Mesir
ke Asia Kecil dan Eropa melalui para emigran. Upaya mengatasi masalah
kesehatan . Memperhatikan masalah lingkungan, terutama hygiene dan sanitasi
lingkungan.
·
Pembuangan kotoran manusia (latrin),
·
Pengusahaan air minum yang bersih,
·
Pembuangan sampah,
·
Ventilasi rumah
Wabah Pes
Pada abad ke-14 mulai terjadi wabah pes yang paling dahsyat, di China dan
India. Pada tahun 1340 tercatat 13.000.000 orang meninggal karena wabah
pes, dan di India, Mesir dan Gaza dilaporkan bahwa 13.000 orang meninggal tiap
hari karena pes. Jumlah kematian akibat pes saat itu: mencapai lebih dari
60.000.000 orang. Pes waktu itu disebut “the Black Death”. Keadaan atau wabah penyakit-penyakit
menular ini berlangsung sampai menjelang abad ke-18. Selain wabah pes,
wabah kolera dan tipus masih berlangsung.
Periode Ilmu
Pengetahuan Mulai akhir abad 18 Pendekatan masalah kesehatan komprehensif dan
multisektor Mulai ditemukan berbagai macam penyebab penyakit dan vaksin sebagai
pencegah penyakit. Louis Pasteur telah berhasil menemukan vaksin untuk
mencegah penyakit cacar dan Joseph Lister menemukan asam carbol (carbolic
acid) untuk sterilisasi ruang operasi.
Laporan
Penyelidikan terkait wabah Kolera di Inggris (1832) Masyarakat hidup di suatu
kondisi sanitasi yang jelek, Sumur penduduk berdekatan dengan aliran air
kotor dan pembuangan kotoran manusia. Air limbah yang mengalir terbuka tidak
teratur, makanan yang dijual di pasar banyak dirubung lalat dan kecoa.
Sebagian besar masyarakat miskin, bekerja rata-rata 14 jam per hari,
dengan gaji yang dibawah kebutuhan hidup sehingga masyarakat tidak mampu
membeli makanan yang bergizi.
2. Perkembangan
Kesehatan Masyarakat di Indonesia (Notoatmodjo, 2003)
1. Abad Ke-16 : Pemerintahan Belanda
mengadakan upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat
pada waktu itu. Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah
Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
2. Tahun 1807 : Pemerintahan Jendral
Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya
ini dilakukan dalam rangka upaya penurunan angka kematian bayi pada waktu itu,
tetapi tidak berlangsung lama, karena langkanya tenaga pelatih.
3. Tahun 1888 : Berdiri pusat
laboratorium kedokteran di Bandung, yang kemudian berkembang pada tahun-tahun
berikutnya di Medan, Semarang, surabaya, dan Yogyakarta. Laboratorium ini
menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar, gizi dan
sanitasi.
4. Tahun 1925 : Hydrich, seorang
petugas kesehatan pemerintah Belanda mengembangkan daerah percontohan dengan
melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan di Purwokerto, Banyumas,
karena tingginya angka kematian dan kesakitan.
5. Tahun 1927 : STOVIA (sekolah untuk
pendidikan dokter pribumi) berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya
sejak berdirinya UI tahun 1947 berubah menjadi FKUI. Sekolah dokter tersebut
punya andil besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang
mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.
6. Tahun 1930 : Pendaftaran dukun
bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan.
7. Tahun 1935 : Dilakukan program
pemberantasan pes, karena terjadi epidemi, dengan penyemprotan DDT dan
vaksinasi massal.
8. Tahun 1951 : Diperkenalkannya
konsep Bandung (Bandung Plan) oleh Dr.Y. Leimena dan dr Patah (yang kemudian
dikenal dengan Patah-Leimena), yang intinya bahwa dalam pelayanan kesehatan
masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. konsep ini
kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini bahwa gagasan inilah yang kemudian
dirumuskan sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan kesehatan tingkat
primer dengan membentuk unit-unit organisasi fungsional dari Dinas Kesehatan
Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan
kemudian disebut Puskesmas.
9. Tahun 1952 : Pelatihan intensif dukun bayi
dilaksanakan
10. Tahun 1956 : Dr.Y.Sulianti mendirikan “Proyek
Bekasi” sebagai proyek percontohan/model pelayanan bagi pengembangan kesehatan
masyarakat dan pusat pelatihan, sebuah model keterpaduan antara pelayanan
kesehatan pedesaan dan pelayanan medis.
11. Tahun 1967 : Seminar membahas dan merumuskan
program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan masyarakat Indonesia.
Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem Puskesmas yang terdiri dari
Puskesmas tipe A, tipe B, dan C
12. Tahun 1968 : Rapat Kerja Kesehatan Nasional,
dicetuskan bahwa Puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu,
yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Depkes) menjadi Pusat Pelayanan
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit
pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara
terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau
sebagian kecamatan di kotamadya/kabupaten.
13. Tahun 1969 : Sistem Puskesmas disepakati 2
saja, yaitu tipe A (dikepalai dokter) dan tipe B (dikelola paramedis). Pada
tahun 1969-1974 yang dikenal dengan masa Pelita 1, dimulai program kesehatan
Puskesmas di sejumlah kecamatan dari sejumlah Kabupaten di tiap Propinsi.
14. Tahun 1979 : Tidak dibedakan antara
Puskesmas A atau B, hanya ada satu tipe Puskesmas saja, yang dikepalai seorang
dokter dengan stratifikasi puskesmas ada 3 (sangat baik, rata-rata dan
standard). Selanjutnya Puskesmas dilengkapi dengan piranti manajerial yang
lain, yaitu Micro Planning untuk perencanaan, dan Lokakarya Mini (LokMin) untuk
pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim.
15. Tahun 1984 : Dikembangkan program paket
terpadu kesehatan dan keluarga berencana di Puskesmas (KIA, KB, Gizi,
Penaggulangan Diare, Immunisasi)
16. awal tahun 1990-an : Puskesmas menjelma
menjadi kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat yang juga memberdayakan peran serta
masyarakat, selain memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Kesehatan
lingkungan pada hakekatnya adalah suatu kondisi atau keadaan
lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya
status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut
antara lain mencakup perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan
air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan
ternak (kandang) dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
Kesehatan
kerja adalah adalah merupakan aplikasi kesehatan
masyarakat didalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor dan
sebagainya) dan yang menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat
pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan tersebut. Kesehatan kerja bertujuan
untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, mental,
dan sosial bagi masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungan perusahaan
tersebut, melalui usaha-usaha preventif, promotif dan kuratif terhadap
penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan akibat kerja atau lingkungan
kerja (Notoatmodjo, 2003).
Dalam kesehatan kerja
pedomannya ialah : "Penyakit dan kecelakaan akibat kerja dapat
dicegah", maka upaya pokok kesehatan kerja ialah pencegahan kecelakaan
akibat kerja. Didalam kesehatan kerja ciri pokoknya adalah upaya preventif
(pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan). Dalam kaitannya
dengan masyarakat di sekitar perusahaan, kesehatan kerja juga mengupayakan agar
perusahaan tersebut dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang diakibatkan
oleh limbah atau produk perusahaan tersebut. Sedangkan upaya promotif
berpedoman, bahwa dengan meningkatnya kesehatan kerja akan meningkatkan juga
produktivitas kerja (Notoatmodjo, 2003).
Gizi
kesehatan masyarakat (public health nutrition)adalah gizi
yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Gizi masyarakat berkaitan dengan
gangguan gizi pada kelompok masyarakat. Oleh sebab itu sifat dari gizi
masyarakat lebih ditekankan pada pencegahan (prevensi) dan peningkatan
(promosi).
Empat fungsi pokok makanan bagi
kehidupan manusia adalah untuk :
1.
Memelihara proses tubuh dalam
pertumbuhan / perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak.
2.
Memperoleh energi guna melakukan
kegiatan sehari-hari.
3.
Mengatur metabolisme dan mengatur
berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain.
4.
Berperan didalam mekanisme pertahanan
tubuh terhadap berbagai penyakit.
Agar makanan dapat
berfungsi seperti itu maka makanan yang kita makan sehari-hari tidak hanya
sekedar makanan. Makanan harus mengandung zat-zat tertentu sehingga memenuhi
fungsi tersebut, dan zat-zat gizi ini disebut gizi. Zat-zat makanan yang
diperlukan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan ini dikelompokkan menjadi 5
macam, yakni protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Masalah gizi
masyarakat bukan menyangkut aspek kesehatan saja melainkan aspek-aspek terkait
yang lain, seperti ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kependudukan, dan
sebagainya. Oleh sebab itu penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terapi
tidak hanya diarahkan kepada gangguan gizi atau kesehatan saja melainkan juga
ke arah bidang-bidang yang lain (Notoatmodjo, 2003).
Fungsi-komponen
dalam manajemen kesehatan masyarakat
pada dasarnya terdiri dari :
1.
Perencanaan (planning)
Perencanaan
adalah merupakan inti kegiatan manajemen, karena semua kegiatan manajemen
diatur dan diarahkan oleh perencanaan tersebut. Dengan perencanaan itu
memungkinkan para pengambil keputusan atau manajer untuk menggunakan sumber
daya mereka secara berhasil guna dan berdaya guna.
2.
Pengorganisasian (organizing)
Setelah
perencanaan telah dilakukan atau telah selesai (menjadi rencana) maka
selanjutnya harus dilakukan pengorganisasian. Yang dimaksud pengorganisasian
adalah mengatur personel atau staf yang ada didalam institusi tersebut agar
semua kegiatan yang telah ditetapkan dalam rencana tersebut dapat berjalan
dengan baik, yang akhirnya semua tujuan dapat dicapai.
3.
Pengawasan dan pengarahan
Fungsi
manajemen yang tidak kalah pentingnya dengan perencanaan dan pengorganisasian
adalah fungsi pengawasan dan pengarahan. Karena bagaimana baiknya perencanaan
dan pengorganisasian tanpa disertai dengan pengawasan dan pengarahan maka
niscaya dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan pokok dan
fungsi pengawasan dan pengarahan adalah agar kegiatan-kegiatan dan orang-orang
yang melakukan kegiatan yang telah direncanakan tersebut dapat berjalan dengan
baik dan tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang kemungkinan tidak akan
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
4.
Evaluasi program kesehatan
Evaluasi
merupakan bagian yang penting dari proses manajemen karena dengan evaluasi akan
diperoleh umpan balik (feed back) terhadap program atau pelaksanaan kegiatan.
Tanpa adanya evaluasi, sulit rasanya untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan
yang direncanakan itu telah mencapai tujuan atau belum. (Notoatmodjo, 2003)
Kesehatan
Masyarakat Veteriner.
Program Kesmavet
Program yang akan dilaksanakan sesuai
dengan yang diharapkan adalah:
1.
Kesejahteraan dan Ketentraman Batin
Masyarakat melalui pengembangan sistem jaminan keamanan produk asal hewan.
2.
Status Indonesia sebagai Negara Bebas
Penyakit Hewan Menular Umum ( PHMU ) dengan pengembangan sistem pencegahan
penyebaran penyakit ( PHMU dan Zoonosis ).
3.
Kesehatan Lingkungan Budi Daya Ternak
dengan pengembangan sistem pengendalian residu dan cemaran mikroba.
4.
Kesejahteraan Hewan melalui pengembangan
sistem pembinaan kesejahteraan hewan.
5.
Produk Hewan yang Berdaya-saing melalui
pengembangan sistem Kesmavet Nasional. (Pramujiono,
2005)
Ruang Lingkup dan Fungsi Kesmavet
1.
Memberi masukan teknis dalam penyusunan
peraturan perundangan, kebijakan, pedoman, perencanaan strategis dan
pelaksanaan dalam bidang pengendalian dan pencegahan penyakit hewan dan
manusia, sanitasi, higiene, dan lingkungan.
2.
Pencegahan dan pengendalian penyakit
zoonotik atau zoonosis (penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia).
3.
Higiene pangan dan keamanan pangan,
termasuk pengendalian foodborne illness (penyakit yang ditularkan
melalui makanan).
4.
Identifikasi dan evaluasi bahaya-bahaya
(hazards) baik biologis, kimiawi, dan fisik yang menimbulkan dampak buruk
terhadap kesehatan manusia dan hewan.
5.
Pendidikan kesehatan masyarakat.
6.
Kerjasama antar
instansi/badan dalam rangka menjamin kesehatan hewan, manusia, lingkungan. (Lukman,
2008)
B.
Codex
Alimentarius.
Sejarah
Codex Alimentarius merupakan koleksi standar, tentang garis
panduan dan rekomendasi mengenai pangan, produk pangan dan keselamatan pangan
yang telah ditetap secara internasional. Komisi Codex Alimentarius di wujudkan
pada tahun 1963 oleh Food and Agriculture
Organization(FAO) dan World Health
Organization(WHO) yang bernaung di bawah Persatuan Bangsa-Bangsa
Bersatu(PBB) untuk menciptakan persaingan yang sehat di dalam perdagangan
pruduk pangan dunia. Codex Alimentarius ini telah diakui oleh World Trade Organization(WTO)
sebagai garis panduan dalam menjamin keamanan pangan dan keamanan konsumer.
Ruang Lingkup
Codex
Alimentarius secara resmi menetapkan standar menganai pangan, dari proses
pembuatan produk pangan maupun pangan yang belum diolah. Namun begitu, titik
berat diletakkan pada pangan yang akan di perdagangkan kepada konsumer.
Codex
Alimentarius menetapkan pembagian standar kepada dua yaitu:
a.
Standar Umum
b.
Standar Khusus
Standar
Umum
Standar
umum meliputi tentang pembuatan label pangan, higiene pangan, penambahan
zat-zat kimia dalam pangan dan juga jumlah sisa pestisida yang terkandung di
dalam produk pangan sehingga produk pangan yang dihasilkan memcapai standar
keamanan yang sama. Di dalam standar umum Codex Alimentarius terdapat garis
panduan untuk pemerintah setempat dalam memberikan sertifikat untuk import dan
eksport produk pangan.
Standar
Khusus
Standar
Khusus meliputi tentang standar untuk
pengolahan pangan atau pangan itu sendiri yang meliputi :
1.
Produk daging ( segar, beku, yang sudah diolah)
2.
Produk perikanan ( air tawar, air asin dan juga
budidaya ikan)
3.
Produk susu dan susu segar
4.
Produk pangan formula ( pangan bayi)
5.
Produk buah-buahan dan sayur-sayuran
6.
Produk lain ( madu, air mineral, gula, minyak)
C.
Analisis
Resiko.
Analisis risiko adalah
suatu alat bagi pengambil keputusan untuk menyediakan suatu penilaian yang
objektif, repeatable, dan terdokumentasi terhadap risiko-risiko dari suatu
tindakan tertentu yang diambil. Berkaitan dengan impor, analisis risiko bagi
negara pengimpor bertujuan utama untuk menyediakan suatu metode penilaian yang
objektif dan defensible terhadap risiko-risiko masuknya penyakit terkait dengan
importasi hewan dan produk hewan.
Proses Analisis Risiko
Komponen analisis
risiko yang digunakan oleh CAC untuk keamanan pangan sedikit berbeda dengan
analisis risiko yang dikembangkan OIE terutama untuk analisis risiko impor
hewan dan produk hewan. Pada intinya komponen analisis risiko terdiri dari:
1. Identifikasi
resiko
Identifikasi
risiko adalah tahapan awal penting yang harus dilaksanakan sebelum tahap
penilaian risiko. Dalam tahapan ini akan diidentifikasi agen patogen atau
bahaya yang potensial untuk kesehatan hewan dan manusia yang mungkin terbawa
oleh komoditas yang diimpor (OIE, 2007).
2. Penilaian
risiko (risk assessment)
Penilaian risiko
adalah komponen analisis risiko yang menduga (estimasi) risiko berkatian dengan
suatu bahaya. Penilaian risiko ini dapat bersifat kualitatif atau kuantitatif.
3. Manajemen
risiko (risk management)
Manajemen risiko
dalam proses analisis risiko pemasukan hewan dan produk hewan terkait dengan
penyakit hewan dan zoonosis didefinisikan oleh OIE (2004) sebagai proses
identifikasi, seleksi dan penerapan tindakan-tindakan yang dapat diterapkan
untuk mengurangi tingkat risiko (the process of identifying, selecting and
implementing measures that can be applied to reduce the level of risks).
Sedangkan definisi manajemen risiko dalam proses analisis risiko terkait
keamanan pangan menurut WHO (1995) adalah proses untuk mempertimbangkan
penerapan berbagai alternatif kebijakan, sebagai hasil dari penilaian risiko,
dan apabila diperlukan, menyeleksi dan melaksanakan pilihan tindakan
pengendalian yang tepat, termasuk tindakan regulasi.
4. Komunikasi
risiko (risk communication)
Komunikasi
risiko adalah proses penjaringan informasi dan pendapat-pendapat terkait bahaya
dan risiko dari pihak-pihak yang berkepentingan selama proses analisis risiko,
serta mengkomunikasian hasil penilaian risiko dan tindakan manajemen risiko
yang diusulkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan di negara pengimpor dan
pengekspor (OIE, 2004).
Proses penilaian risiko
menurut sistem National Academic Science - National Research Council (NAS-NRC)
yang diadopsi oleh CAC terdiri dari empat tahap yaitu:
1. Identifikasi
bahaya (hazard identification)
2. Karakterisasi
bahaya (hazard characterization)
3. Penilaian
keterpaparan (exposure assessment)
4. Karakterisasi
risiko (risk characterization)
sedangkan OIE membagi penilaian
risiko menurut OIE terdiri dari empat komponen yaitu:
1.
Penilaiaan pengeluaran (release assessment)
2.
Penilaian pendedahan (exposure
assessment)
3.
Penilaian konsekuensi (consequence
assessment)
4.
Estimasi risiko (risk estimation).
Manajemen risiko menurut sistem NAS-NRC
dan CAC terdiri dari:
1. Evaluasi
risiko (risk evaluation)
2. Penilaian
pilihan (option assessment)
3. Implementasi
(implementation)
4. Pemantauan
dan kaji-ulang (monitoring and review)
Sedangkan manajemen risiko menurut OIE
terdiri dari:
1. Evaluasi
risiko
2. Evaluasi
pilihan (option evaluation)
3. Implementasi
(implementation)
4. Pemantauan
dan kaji-ulang (monitoring and review)
(Lukman, 2008)
Daftar Pustaka.
Lukman, D. W. 2008. Kesehatan
Masyarakat Veteriner: Definisi, Ruang Lingkup,
dan
Tantangan.
Notoatmodjo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan
Masyarakat.
Cet. ke-2. Rineka Cipta. Jakarta.
Pramujiono, A. 2005. Kebijakan Pemerintah Terhadap Kesehatan Masyarakat Veteriner
(Kesmavet).
Wijono, Djoko., 1997. Manajemen Kepemimpinan Dan Organisasi Kesehatan.Surabaya :
Airlangga University Press