“ Bloat “
Wednesday,
June 5 th 2013.
Learning Objectives.
1.
Bagaimana pemeriksaan sapi secara
legeartis ?
2.
Apa penyebab, gejala dan penanganan Bloat ?
Pembahasan.
1.
Pemeriksaan
sapi secara legeartis.
A.
Registrasi
Registrasi
yaitu: pencatatan data pemilik dan data dari pasien. Registrasi untuk klien meliputi
pencatatan nama, alamat, dan nomor telepon klien. Registrasi untuk pasien
meliputi breed (ras), sex (jenis kelamin), age (umur), dan specific pattern
(tanda yang menciri) (B-S-A-S). Registrasi ditulis di sebuah kertas yang
disebut ambulatoir, dimana masnig-masing spesies hewan berbeda-beda warnanya,
sebagai contoh anjing dan kucing berwarna putih, sapi, hewan besar dan hewan
eksotik berwarna pink dan unggas berwarna kuning .
` Materi lain untuk Registrasi antara lain
Keterangan status vaksinasi dan keadaan kesehatan, keterangan tentang penyakit
yang sedang diderita serta penanganan yang sudah dilakukan, alasan konsultasi,
sejarah penyakit, hasil Pemeriksaan, hasil pemeriksaan tambahan (laboratorium,
Rongent, Histopat dll). Diagnosis, Prognosis, dan terapi/pengobatannya,
tindakan operasi dan rujukan
Fungsi dari registrasi antara lain:
a) Mengingatkan: terutama untuk pasien
yang sudah pernah ditangani/diperiksa
b) Komunikasi:
terutama dengan kolega dalam hal rujukan
c) Pengaturan: Data lebih tertata dan
mudah untuk mencarinya
d) Efesiensi: Tidak membutuhkan waktu
yang lama untuk melihat riwayat seekor pasien (Boddie,1956).
B. Anamnesa
Anamnesa
merupakan wawancara terhadap klien untuk mendapatkan kunci mengenai keadaan
pasien. Menurut Boddie (1956),
dokter hewan harus dapat memilah-milah mana yang relevan dan irelevan dari
jawaban klien terhadap pertanyaan dokter hewan.
Dengan
anamnesa drh dapat mengetahui informasi tentang Gambaran keadaan hewan mulai
sakit sampai sekarang, Kejadian – kejadian pada waktu lampau yang ada
hubunganya dengan penyakit yang sekarang diderita. Keadaan lingkungan, hewan
yang serumah/ sekandang, tetangg dsb
Menurut Boddie (1956), sejarah dari suatu kasus dapat
dibagi menjadi pre history, immediate
history, dan post history.
a) Prehistory.
Merupakan ceerita
mengenai kejadian-kejadian sebelum terjadinya penyakit yang dikomplainkan
klien. Misalnya saja penyakit yang dulu pernah diderita pasien, kehamilan yang
dulu pernah dialami pasien (jika betina), komplikasi yang terjadi pada
kehamilan yang terdahulu, mungkin juga
penyakit yang pernah dialami teman bermain si anjing, cara pemberian makan, dan
mungkin juga keadaan lingkungan tempat tinggal anjing.
b) Immediate history.
Merupakan sejarah sejak hewannya pertama kali menunjukkan
gejala penyakit yang dikomplainkan oleh klien hingga saat pasien dibawa dan
dirawat oleh dokter hewan. Di sini klien dapat menceritakan kemungkinan
terjadinya penyakit pada klien menurut apa yang dilihatnya.
c) Post History.
Merupakan sejarah dimana hewan
tersebut menunjukann gejala atau perubahan-perubahan setelah dirujuk ke dokter
hewan lain atau dengan pemberian obat terlebih dahulu sebelum dirujuk ke dokter
hewan.
Riwayat penyakit atau anamnesis
merupakan suatu riwayat penyakit yang baik dari hanya dapat diperoleh dari
seorang pengamat yang baik. Seringkali pemilik hewan kurang dapat memberikan
keterangan yang berguna disbanding dengan orang yang merawat hewan sehari-hari.
Riwayat dapat pula bersifat tidak benar oleh karena riwayat tersebut munkun
hendak digunakan untuk menutupi suatu kelainan atau menyembunikan suatu
usaha-usaha pengobatan sebelunya sdengan alas an tersebut pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan harus disusun ulang untuk meyakinkan persoalan-persoalan yang
penting dalam pencacatan riwayat (Boddie,1956).
C. Pemeriksaan
Umum
1) Inspeksi
Inspeksi merupakan cara pemeriksaan,
yang meliputi melihat, membau dan mendengarkan tanpa alat bantu. Inspeksi
digunakan untuk meneliti adanya hal lain yang abnormal. Perhatikan ekspresi
muka/temperamen, kondisi tubuh, pernapasan (frekuensi, cara pengambilan nafas,
ritme dan suara–suara abnormal tanpa melakukan pemeriksaan secara auskultasi,
keadaan abdomen, posisi (berdiri/berbaring), sikap, langkah, permukaan tubuh,
pengeluaran dan bau abnormal dari lubang-lubang pelepasan (hidung, mulut, anus,
telinga, mata), adanya suara abnormal seperti batuk, bersin, ngorok, melenguh,
menangis, flatus, eruktasi, dan ruminasinya.
2) Pulsus dan nafas
Pulsus sapi dapat diraba pada
areteri maxillaries externa, a. facialis (raba tepi depan m. masseter dengan
jari dan gerakan kemuka dan kebelakang) atau a. coccygea disebelah ventral dari
pangkal ekor. Data normal pulsus sapi aalah 54-85 kali/menit.
Sementara frekuensi nafas dapat
dihitung dengan memperhatikan gerak toraco-abdominal dalam keadaan hewan
istirahat dan tenang atau juga dapat dengan memperhatikan udara yang keluar
masuk melalui lubang hidung. Untuk normalnya pada sapi adalah 20 –
42 kali/menit.
3)
Suhu tubuh
Sebelumnya
olesi ujung thermometer dengan bahan pelican (missal vaselin). Masukkan ujung
thermometer ke lubang anus, tunggu sampai angkanya terhenti dan hitung
skalanya. Suhu normal pada sapi adalah 37,6oC – 39,2oC.
4) Selaput lendir
Pemeriksaan conjunctiva dilakukan
dengan menggeser ke atas kelopak mata atas dengan ibu jari, gantikan ibu jari
dengan telunjuk sedikit ditekan, maka akan tampak conjunctiva palpebrarum.
Tekan kelopak mata bawah dengan ibu jari maka conjunctiva palpebrarum bawah
akan tampak pula. Pada sapi warna conjunctiva lebih merah dibanding hewan
lainnya.
Untuk hidung, mulut dan vulva normalnya
selalu basah dan berwarna pink, selain itu lakukan juga pemeriksaan CRT
(Capilary Refiil Time / waktu terisinya kembali kapiler) dengan cara membuka
bibir hewan kemudian menekan gusi dan melepaskan kembali, waktu normal maximal 2 detik (Indarjulianto
et al., 2012).
D. Pemeriksaan
khusus
1)
Sistem
pencernaan
Pada sistem pencernaan dilakukan dengan melihat
nafsu makan, cara makannya apakah ada kesakitan menelan.
a)
Mulut
Inspeksi pada mulut
dengan membuka mulut dengan cara memegang tali hidung dengan tangan kiri dan
masukkan tangan kanan ke spatium intraalveolar, pegang lidah dan tarik
kesamping mulut terbuka, lalu lihat keadaan mulut apakah ada lesi, benda asing,
anomali lain dan juga dicium bau mulutnya. Kemudian lakukan palpasi pada
farinx, oesophagus.
b)
Esopahagus
Perhatikan leher
sebelah kiri, terutama bila sapi sedang eruktasi, regurgitasi, atau menelan
(deglutisi). Lakukan palpasi pangkal esophagus lewat mulut, lakukan palpasi
dari luar. Perhatikan bila kemungkinan ada benda asing/ sumbatan pada
esophagus. Bila terjadi sumbatan esophagus, ambil sonde kerongkongan yang
terbuat dari spiral baja. Ukur dan beri tanda batas setelah diukur panjangnya
dari mulut sampai rumen. Olesi ujung sonde (bagian yang besar) dengan vaselin
atau pelicin yang tidak merangsang dan aman, buka mulut sedikit dan masukkan
ujung sonde ke dalam mulut. Dorong pelan-pelan, biarkan sonde ditelan. Pada
keadaan normal sonde dapat ditelan terus sampai tanda batas yang tadi telah
ditentukan. Tetapi bila ada sumbatan atau penyempitan maka sonde akan berhenti
atau sukar didorong masuk.
c)
Rumen
Kemudian ke arah
abdomen bandingkan abdomen kanan dan kiri, perhatikan fossa paralumbalis saat
inspeksi. Lakukan palpasi dan auskultasi, hitung gerakan rumen per 5 menit,
normalnya 5-10 kali per 5 menit. Lakukan perkusi pada dinding abdomen sebelah
kiri pada tiga bagian atas, tengah dan bawah. Normalnya atas suara resonan,
tengan semiresonan dan bawah pekak.
d)
Retikulum
Auskultasi daerah
retikulum pada kostokondral ke-7 sebelah kiri perhatikan suara aliran ingesti
cair. Bisa juga dengan menggunakan bambu yang ditopang dibawah proceccus
xiphoideus.
e)
Omasum dan abomasums
Omasum tidak dapat diperiksa
secara fisik karena letak anatominya yang tidak terjangkau. Sebagian dinding
abomasum menempel pada dinding perut bawah, sebelah belakang dari proceccus
xiphoideus. Lakukan perkusi pada daerah ini, bila lambung berisi gas akan
terdengar resonansi, atau suara pekak bila terjadi impaction.
f)
Usus, Rectum, dan Anus
Kemudian lanjut ke
intestinum di abdomen dexter dengarkan gerakan peristaltiknya secara
auskultasi. Kemudian lakukan ekplorasi rektal dengan memasukan tangan
pelan-pelan menerobos spingter ani. Bila rektum berisi tinja keluar secara
berlahan. Raba dinding rektum sebelah kanan dimana dalam keadaan normal dinding
ini tidak akan meampaui bidang media.
2. Penyebab, gejala dan penanganan Bloat .
Kembung
perut (bloat atau tympani) merupakan bentuk penyakit/kelainan
alat pencernaan yang bersifat akut, yang disertai penimbunan gas di dalam rumen
akibat proses fermentasi berjalan cepat. Bloat pada umunya
rentan terhadap ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba), namun
tidak menular pada ternak maupun manusia. Tingginya akumulasi gas menekan
organ dalan tubuh sehingga menimbulkan kesakitan, pernapasan dengan mulut
terbuka atau frekuensi pernapasan tinggi, serta frekuensi pembuangan feses
tinggi dan urine meningkat.
Kematian
pada ternak ruminansia yang terserang bloat, biasanya
rentan terjadi karena ketidaktahuan dan salah penanganan oleh peternak. Saat
ternak mengalami kelumpuhan dengan perut yang kembung, banyak peternak yang
memposisikan sapi mereka telentang. Hal itu menyebabkan, jantung sapi terhimpit
dengan lebih cepat. Namun penyakit kembung perut tidak membahayakan atau
menular ke ternak lain maupun manusia, daging sapi yang terserang penyakit
inipun masih aman untuk dikonsumsi. Dampak dari bloat dapat
ditekan jika diagnosa dan pengobatan dilakukan sedini mungkin, secara cepat dan
tepat.
Penyebab
Bloat.
Bloat/kembung perut dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu:
1). Faktor makanan/pakan: Pemberian
hijauan leguminosa yang berlebihan, hijauan yang terlalu muda, biji bijian yang
digiling sampai halus, imbangan antara pakan hijauan dan konsentrat yang tidak
seimbang (konsentrat lebih banyak), hijauan yang terlalu banyak dipupuk dengan
urea, hijauan yang dipanen sebelum berbunga (terlalu muda) atau sesudah
turunnya hujan terutama pada daerah yang sebelumnya kekurangan air, makanan
yang rusak/ busuk/ berjamur, rumput/ hijauan yang terkena embun atau terkena
air hujan.
2). Faktor
ternak itu sendiri : Faktor keturunan, tingkat
kepekaan dari masing masing ternak, ternak
bunting yang kondisinya kesehatan menurun, ternak yang sedang sakit atau dalam
proses penyembuhan, ternak
yang kurang darah (anemia), kelemahan tubuh secara umum.
Selain hal-hal diatas, hal-hal lain yang dapat berkontribusi
pada terjadinya kembung sangat beragam, bisa dari suhu dan cuaca, tingkat
stress, kebersihan, atau ketersediaan air.
Gejala klinis.
Ternak merasa gelisah,
sakit, dan sulit bernapas; Perut bagian kiri mengalami pembesaran yang bila
ditepuk akan berbunyi seperti bedug/gendang; nafsu makan turun bahkan tidak mau makan, punggung
membungkuk, denyut jantung melemah, selaput lendir mulut kebiruan; ternak jatuh
dan susah bangun lagi, bila dibiarkan ternak dapat mati mendadak.
Pencegahan.
Jangan
menggembalakan/melepas ternak terlalu pagi, karena rumput masih mengandung
embun;jangan membiarkan ternak terlalu lapar; hijauan yang akan
diberikan hendaknya dilayukan terlebih dahulu; jangan memberikan
makanan yang sudah rusak/ busuk/ berjamur; jangan memberikan rumput
muda atau rumput yang basah karena embun/ hujan dan rumput yang bercampur
kotoran; menghindari leguminosa yang terlalu banyak dalam ransum; hindari
pemberian rumput/ hijauan yang terlalu banyak, lebih baik memberikan
sedikit demi sedikit tetapi sering kali; selama musim hujan berikan makan
berupa pakan ternak kasar sebelum sebelum digembalakan.
Pengobatan.
1) Secara medis: a). Anti
Bloat (bahan aktif: Dimethicone), dosis sapi/
kerbau: 100 ml obat diencerkan dengan 500 ml air, sedang untuk
kambing/ domba: 25 ml obat diencerkan dengan 250 ml air, kemudian diminumkan.
b). Wonder Athympanicum, dosis: sapi/ kerbau: 20 – 50 gram,
sedang untuk kambing/ domba: 5 – 20 gram, dicampur air secukupnya, kemudian
diminumkan.
2). Secara
tradisional. a). Berikan
minyak nabati karena minyak berfungsi sebagai pengurai buih, dapat menggunakan
minyak nabati atau minyak sayur atau minyak goreng pada dosis 150-300 ml segera
setelah bloat terdeteksi; b). Susu murni sebanyak 1 liter juga dapat
dijadikan alternatif untuk membuyarkan buih; c). Getah pepaya 2 sendok makan, lalu tambahkan garam
dapur 1 sendok makan. Campurkan secara merata dan tambah air dalam botol air
mineral kemudian diminumkan; d). Campur 100 gr asam jawa dan 100 ml air putih,
diremas-remas lalu disaring dan 3 sendok makan garam yang diberikan secara terpisah.
Cara pemberian obat yakni ternak dalam posisi berdiri, kepala dikondisikan
mendongak, mulut dibuka, kemudian dalam kondisi mulut menganga garam dilempar
dengan sedikit sentakan dan usahakan mengenai faring agar menimbulkan rasa geli
sehingga memacu saraf ternak untuk batuk atau mendehem, kemudian baru larutan
asam garam tersebut diminumkan sehingga sisa-sisa garam ikut tertelan. Larutan
asam ini nantinya akan mengeluarkan lendir yang mengandung gas beracun dengan
cepat. Sehingga, reaksi batuk ini akan memacu lendir keluar dan akhirnya ternak
bisa bernafas kembali. Dosis pemberiannya dapat bertahap, tergantung tingkat
serangan, umur dan berat badan;
3). Secara
kasar : Membuang tekanan gas
dengan paksa dengan cara melubangi dinding perut sapi. Bisa dengan menggunakan
trokar (semacam penusuk, mirip paku tapi lebih besar) yang ditusukkan pada
perut kiri atas, di belakang tulang rusuk.
Gas yang terjebak dapat keluar melalui lubang tersebut. Apabila trokar
tidak tersedia, sembarang alat yang tajam sepeti jarum suntik, jarum besar atau
paku dan pisau bisa juga digunakan untuk membuat lubang sedalam kira-kira 2,5
cm. Setelah ditusukkan, pisau jangan dicabut, tapi diputar miring sehingga gas
bisa keluar. Namun demikian tindakan ini sebaiknya dipandang sebagai cara
terakhir, karena bila salah dapat merobek rumen. Apabila ini terjadi dokter
harus melakukan jahitan dan memberikan antibiotik untuk menghindari infeksi.
Trokar adalah alat yang digunakan untuk
trokarisasi, tersusun atas stillet dan manset, didisain untuk hewan besar.
Manset terbuat dari stainless stell yang bentuknya lebih besar dari paku dengan
ujung runcing segitiga agar memunculkan sayatan ketika menusuk rumen (
abdominal bagian kiri ) dan stillet terbuat dari bahan plastic yang lembut,
diselubungkan pada manset untuk dijadikan rongga ketika proses trocarisasi.
Daftar
Pustaka.
Boddie, G. (1956). Diagnostic Methods in Veterinary
Medicine. London: Oliver and Boyd.
McCurnin, D.M and Bassert,J,M.
(2005). Clinical Textbook for Veterinary Technicians 6th Edition.
London: Elsevier Health Sciences.
Murtidjo, B A. 2012. Sapi Potong. Yogyakarta: Kanisius.